indoposonline.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan lahan oleh PT Sarana Jaya di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, tahun 2019.
Tiga orang tersangka di antaranya adalah Dirut PT Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan (YCP), Wakil Direktur PT AP, Anja Runtuwene (AR) dan Direktur PT AP, Tommy Adrian (TA). Sedangkan satu tersangka adalah PT AP selaku korporasi.
Merespon hal itu, Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menyarankan lembaga antirasuah segera melakukan penelusuran aliran dana terkait perkara tersebut. Langkah itu perlu dilakukan untuk mengungkap adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh para tersangka, khususnya tersangka korporasi.
“Karena, korupsi selalu bisa dibandingkan dengan TPPU sepanjang ada bukti hasil kejahatannya sudah disamarkan menjadi milik atas nama orang lain,” ujar Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar, Jumat (28/5).
Orang lain yang dimaksud, kata Akademisi Universitas Trisakti itu, bisa keluarga atau orang lain. “Intinya ada penyamaran,” jelasnya.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, bahwa PT SJ merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan. Adapun bentuk kegiatan usahanya antara lain, mencari tanah di wilayah jakarta yang nantinya akan dijadikan unit bisnis ataupun sebagai bank tanah.
“Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PT SJ dalam hal pengadaan tanah di antaranya adalah PT AP. Perusahaan ini kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan,” ungkap Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Setyo Budiyanto dalam jumpa pers, Kamis (27/5) malam.
Pada 8 April 2019, Setyo mengatakan, ada kesepakatan perikatan akta perjanjian jual beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor PT SJ (Sarana Jaya) antara pihak pembeli yaitu, YCP dengan pihak penjual yaitu AR.
Selanjutnya masih di waktu yang sama, langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau 108,9 miliar yang dikirimkan ke bank milik AR pada Bank DKI. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah YCP, dilakukan pembayaran oleh PT SJ kepada AR sebesar 43,5 miliar. Atas hal itu, pelaksanaan jual beli itu pun diduga dilaksanakan dengan perbuatan melawan hukum.
“Pertama, tidak adanya kajian kelayakan kepada objek tanah. Kedua, tidak dilakukannya kajian appriasal (penilaian) dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait,” ungkapnya.
Ketiga, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) serta adanya dokumen yang disusun secara fiktif.
Keempat, adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR (Anja Runtunewe/Wakil Direktur PT AP) dengan PT SJ sebelum proses negosiasi dilakukan.
“Atas perbuatan para tersangka tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar Rp152 miliar,” tegas Setyo.
Atas perbuatannya, para tersangka dianggap melanggar ketentuan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(ydh)