indoposonline.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM), Rudy Hartono Iskandar sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur tahun 2019. Penetapan tersangka baru tersebut dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup.
“Setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka KPK kembali menetapkan satu orang tersangka yaitu, RHI, seorang Direktur PT ABAM, sebagaimana surat perintah penyidikan (Sprindik) tertanggal 28 Mei 2021,” kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Senin (14/6).
Meskipun demikian, KPK belum melakukan penahanan terhadap tersangka tersebut. Sejatinya, tersangka tersebut sudah dipanggil secara patut oleh penyidik. “Tim penyidik sudah memanggil secara patut terhadap RHI, tapi yang bersangkutan melalui suratnya tidak bisa hadir karena alasan sakit. Kemudian yang bersangkutan meminta dilakukan penjadwalan ulang,” terang Lili.
Pada kesempatan itu, Lili pun mengimbau kepada Rudy untuk bersikap koperatif terhadap penyidik. “Koperatif hadir hadir pada penjadwalan pemanggilan ulang berikutnya,” imbaunya.
Dalam perkara ini, KPK lebih dulu menetapkan empat orang tersangka. Di antaranya, Dirut PD Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA) Wakil Direktur PT AP Anja Runtuwene (AR) dan PT AP sebagai tersangka korporasi.
Terkait konstruksi perkara, Plt Deputi Penindakan KPK, Setyo Budiyanto mengungkapkan, bahwa AR bersama TA dan RHI pernah menawarkan tanah yang berlokasi di Munjul, seluas lebih kurang 4,2 Ha kepada PD Pembangunan Sarana Jaya, pada Maret 2019 lalu. Akan tetapi kepemilikan tanah tersebut masih sepenuhnya milk Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Sebagai tindak lanjutnya diadakan pertemuan antara AR dan TA dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus di Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut terjadi kesepakatan pembelian tanah oleh AR, TA dan RHI yang berlokasi di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
“Adapun harga kesepakatan AR, TA dan RHI dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus seharga 2,5 juta per meter sehingga jumlah total harga tersebut Rp104,8 miliar,” kata Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/6).
Dia memaparkan, pembelian tanah yang dilakukan AR bersama dengan TA atas sepengetahuan RHI dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilaksanakan pada 25 Maret 2019. Seketika itu pula langsung dilakukan perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh AR dan TA dengan jumlah sekitar Rp5 miliar melalui rekening bank atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Pelaksanaan serah Terima SHGB dan tanah girik dari pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilakukan melalui notaris yang ditunjuk oleh AR.
“Pihak AR, TA dan RHI kemudian menawarkan tanah pada PD Pembangunan Sarana Jaya dengan harga per meternya Rp7,5 juta dengan total Rp315 miliar. Selanjutnya diduga terjadi negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp5,2 juta per meter dengan total Rp217 miliar,” papar Budi.
Pada 8 April 2019, lanjutnya, dilakukan penandatanganan pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor PD Pembangunan Sarana Jaya antara pembeli yaitu, YRC dengan pihak penjual, AR.
Masih pada waktu yang sama juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar Rp108,9 miliar ke rekening bank milik AR pada Bank DKI. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah YRC dilakukan pembayaran oleh PD Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp43,5 miliar.
Atas hal tersebut, KPK menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, diduga dilakukan secara melawan hukum. Pasalnya, pengadaan lahan tersebut dilakukan tanpa kajian kelayakan terhadap objek tanah dan kajian apresial dan tanpa didukung persyaratan sesuai dengan peraturan-peraturan yang terkait.
“Beberapa proses pengadaan tanah ini juga diduga kuat tidak dilakukan sesuai dengan adanya penyertaan dokumen yang disusun secara fiktif,” ujarnya.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR dengan PD Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan. “Atas perbuatan para tersangka ini diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar,”
Para tersangka pun disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke KUHP. (ydh)