IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa jual beli jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) rawan dijadikan modus korupsi oleh kepala daerah.
“Jual beli jabatan menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Selasa (31/8) di Jakarta.
“Modus korupsi yang kerap dilakukan tersebut khususnya terkait proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi ASN,” jelasnya.
Kasus jual beli jabatan yang terbaru tentunya menimpa Bupati Probolinggo Jawa Timur, Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin.
Penangkapan keduanya mengejutkan karena terkait jual beli jabatan kades di wilayahnya. Apalagi selama dua periode atau bahkan saat Hasan Aminuddin menjabat bupati dua periode sebelumnya, kasus jual beli jabatan kades ini terbungkus rapi.
Dikutip dari laman KPU Probolinggo, Hasan Aminuddin diketahui merupakan Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem. Dia merupakan anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024.
Kasus lain adalah yang dilakukan oleh Wali Kota Tanjungbalai non aktif, Muhammad Syahrial dan Sekda Tanjungbalai, Yusmada. Semula, Yusmada yang pernah menjabat Kepala Dinas PUPR dan Kawasan Pemukiman Kota Tanjungbalai pernah mengikuti lelang jabatan Sekda Kota Tanjungbalai. Untuk bisa lolos menjadi Sekda, Yusmada diduga memberikan uang Rp200 juta kepada Syahrial.
Namun nahas, aksi suap menyuap keduanya kepergok oleh lembaga antirasuah hingga akhirnya ditetapkan tersangka.
Selain modus jual beli jabatan, KPK juga memetakan sejumlah sektor lainnya di daerah yang rentan terjadi korupsi.
KPK, menurutnya, mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan dikorupsi di antaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan Jasa.
“Kemudian, korupsi pada sektor penerimaan daerah mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat dan korupsi di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan,” tambahnya.
Ipi pun mengimbau kepada para kepala daerah untuk menghindari benturan kepentingan dan penyalahgunaan terkait kebijakan di daerahnya masing-masing. (ydh)