IPOL.ID – Penyidik Pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (23/8) kemarin, memeriksa dua pejabat Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo).
Pemeriksaan keduanya sebagai saksi menyusul penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan usaha Perum Perindo tahun 2016-2019.
“Memeriksa dua orang saksi terkait tindak pidana korupsi yang terjadi di Perum Perindo,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Senin (23/8/2021) malam.
Satu dari dua orang saksi yang diperiksa oleh penyidik yakni, MT selaku Direktur Keuangan Perum Perindo. “Saksi MT diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia,” sebut Leonard.
Sedangkan seorang saksi lainnya yakni, IA selaku Anggota Komite Risk Management Perum Perindo. “Saksi IA diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia,” tambah Leonard.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terkait kasus dugaan korupsi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) tahun 2016-2019. Namun sprindik yang diterbitkan masih bersifat umum atau belum ada tersangka.
Sprindik ditandatangani oleh Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejagung, Supardi atas nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Adapun kasus ini bermula pada 2017 lalu. Perum Perindo telah menerbitkan MTN (Medium Tern Notes) atau hutang jangka menengah sebagai salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual prospek yakni, penangkapan ikan.
Selanjutnya, Perum Perindo mendapatkan Dana MTN sebesar Rp200 miliar yang cair pada Agustus 2017 Rp100 miliar. Sementara return 9% dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2020.
Bulan Desember 2017 Rp100 miliar return 9,5% dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Desember 2020. Bahwa dari MTN yang diterbitkan di tahun 2017 sebesar Rp200 miliar, Perum Perindo menggunakannya sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan.
“Dan hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih Rp223 miliar, meningkat menjadi kurang lebih Rp603 miliar di tahun 2017 dan mencapai kurang lebih Rp1 triliun di tahun 2018,” tutur Leonard.
Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan yang pencapaiannya dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan. Namun hal itu menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, di mana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet.
Akibat kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181.196.173.783. (ydh)