Para pengusaha pun heboh: tidak siap. Investasi untuk mengolah nikel itu mahal. Membangun smelter itu perlu waktu setidaknya tiga tahun. Itu pun kalau pakai teknologi yang sederhana, yang sangat merusak lingkungan.
Pemerintah lengah: tidak sejak awal memberi penegasan bahwa UU tersebut pasti dilaksanakan.
Pengusaha juga lengah: mengira pemerintah tidak akan tegas. Mereka mengira pelaksanaan UU itu bisa ditunda.
Akibat UU tersebut: lahirlah kuburan uang di lahan nikel. Para pengusaha tidak bisa ekspor bahan baku. Juga tidak punya pabrik pengolah (smelter).
Korban terbesar adalah: PT Antam. Milik BUMN. Langsung klepek-klepek. Sampai sekarang.
Proyek besar smelternya di Halmahera kandas. Larangan ekspor itu membuat PT Antam tiba-tiba tidak punya dana untuk meneruskan proyek itu. Padahal sudah telanjur membangun pelabuhan besar di Halmahera. Nganggur.
Ratusan pengusaha tambang bernasib sama: tidak bisa lagi ekspor bahan mentah nikel. Juga tidak bisa membangun smelter.
Saya setuju: ekspor bahan mentah itu memang harus dilarang. Tidak masuk akal. Sudah puluhan tahun. Kita telanjur terlalu lama jual tanah air –dalam pengertian fisik.