Widodo menamakan teknologinya itu STAL –singkatan dari Step Temperature Acid Leach.
Kunci keunggulannya: biaya investasinya jauh lebih murah. Bisa 30 kali lebih murah. Bukan lagi langit dan bumi –tapi langit dan sumur.
Investasi sistem lama (Hpal) memerlukan biaya Rp 15 triliun. Dengan teknologi Widodo hanya Rp 4,5 triliun. Untuk kapasitas yang sama. Masih pun memiliki banyak kelebihan lain.
Satu smelter Hpal berkapasitas 6.000 ton bahan baku per hari. Satu modul STAL 600 ton/hari. Kapasitas Hpal memang 10 kali lipat. Tapi biaya investasi Hpal lebih dari tiga kali lipat.
Menurut Widodo, di samping jauh lebih murah, teknologi STAL lebih cocok untuk Indonesia.
Modul 1 pabrik STAL “hanya” berkapasitas 600 ton/hari (bahan baku). Akan banyak pengusaha nasional yang mampu mengerjakan. Pemilik tambang kecil-kecil bisa memiliki smelter sendiri. Kalau toh harus bergabung cukup 5 atau 6 pemilik tambang sudah bisa membangun 1 pabrik.
Pengusaha lokal hampir mustahil mampu membangun smelter nikel dengan teknologi Hpal. Itu kelasnya perusahaan global.