Namun apabila penyidik ingin menghentikan kasus tersebut, imbuhnya, Kejagung juga harus siap menerima konsekuensi hukum dari masyarakat.
“Masyarakat mempunyai hak untuk mempersoalkannya secara hukum melalui praperadilan, agar tidak ada dugaan yang negatif (suap dan sebagainya) yang berkembang di masyarakat. Karena akan merusak nama baik penegakan hukum pada umumnya karena ada perkara yang dimainkan,” ujar Fickar.
Untuk menangani kasus ini, Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Kejaksaan Agung telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) KNomor: Print-02/F.2/Fd.2/01/2021. Namun sprindik yang telah diterbitkan itu masih bersifat umum atau belum ditetapkan tersangkanya.
Selama penyidikan, Kejagung pernah menggeledah kantor BPJS TK yang berlokasi di Jakarta Selatan, Senin (18/1) lalu. Dalam penggeledahan itu, penyidik telah mengamankan barang bukti berupa puluhan dokumen dan lain-lain.
Kejagung juga telah memeriksa puluhan saksi baik dari pihak internal maupun pihak eksternal di perusahaan pelat merah tersebut. Meski demikian, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan oleh korps adhyaksa terkait korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BUMN tersebut. (ydh)