IPOL.ID – Penyidikan kasus suap yang diduga menjerat mantan pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Rafael Alun Trisambodo nampaknya jalan di tempat. Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini baru menetapkan tersangka penerima suap, yakni Rafael Alun Trisambodo. Sedangkan bagi terduga pemberi suap, lembaga antirasuah tak kunjung menyematkan status tersangka.
Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, KPK harusnya mudah dalam mengusut pelaku suap.
“Dari siapa suap didapat?. Mudah, caranya memeriksa seluruh pekerjaan pajaknya baik yang berkaitan dengan orang per orang maupun korporasi,” ungkap Fickar melalui keterangannya, Sabtu (29/4).
“Nah pihak-pihak inilah yang diduga mendapat kemudahan pajak karena menyuap RAT (Rafael Alun Trisambodo) ini sangat mudah melacaknya,” sambung Fickar.
Lebih mudah lagi, kata dia untuk mengusut penerima suap. KPK cukup memeriksa dokumen LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara).
“Penerimaan oleh ASN di luar gaji resmi itu disebut gratifikasi yang harus dilaporkan pada KPK. Jika tidak dilaporkan maka menjadi tindak pidana suap,” ujar Fickar.
Diketahui, KPK telah menetapkan Rafael Alun Trisambodo (RAT), mantan pegawai Ditjen Pajak sebagai tersangka suap. RAT diduga memiliki beberapa usaha yang satu di antaranya PT Artha Mega Ekadhana (AME) yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.
Penyidik KPK telah menemukan Rafael diduga menerima aliran uang sebesar 90 ribu dolar Amerika Serikat melalui PT AME.
Alat bukti lain yang disita penyidik adalah safety deposit box (SDB) berisi uang sejumlah sekitar Rp32,2 miliar yang tersimpan dalam di salah satu bank dalam bentuk pecahan mata uang dolar AS, mata uang dolar Singapura, dan mata uang euro.
Atas perbuatannya, tersangka RAT dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.(Yudha Krastawan)