IPOL.ID – Status kepemilikan tanah belasan warga di RW 2 dan 15, Limo, Depok, yang diklaim oleh PT. ACP, menimbulkan keresahan. Sehingga 18 warga yang terbagi di dua RW tersebut, mengambil langkah mediasi dan kepastian jadwal pertemuan kepada petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok.
Dari belasan warga yang resah karena kepemilikan tanahnya diklaim oleh perusahaan itu, salah satunya yakni Suharlin Lilin Harlini. Terpantau dua bidang lahan total seluas 2300 meter persegi milik Lilin dipasangi plang jika lahan itu akan dijadikan lokalisasi.
Pemasangan plang itu sebagai ungkapan sindiran karena tanah milik perempuan paruh baya itu diklaim oleh PT. ACP. Hingga Lilin didampingi Kuasa Hukumnya Yakob melakukan upaya hukum.
Pada wartawan, Kuasa Hukum Suharlin Lilin Harlini, Yakup Saragih mengatakan, menyikapi adanya persoalan ini, ada hal yang menjadi perhatian. Adapun PT. Wisma Emas melelang ke PT. Artha CP pada Maret tahun 2014.
“Di sini ada celah dan tidak nyambung, karena faktanya warga RW 2 dan 15 Limo masih menempati kediamannya, namun lahan warga diklaim oleh PT. ACP,” ungkap Yakup saat mengecek ke lokasi, Kamis (2/9).
Yakup menambahkan, nah, sama halnya tanah yang dimiliki kliennya Ibu Lilin juga diklaim oleh PT. ACP. Tanah milik Lilin diklaim oleh perusahaan itu untuk proyek pembangun Jalan Tol. Menurutnya, ini adalah penyerobotan, dan ada unsur mafia tanahnya.
“Berdasarkan yang kami amati, tanah milik belasan warga Limo yang diklaim oleh PT. ACP, setidaknya ada empat perbuatan melawan hukum,” tandasnya.
Pertama, kata Yakup, ada peralihan hak warga masyarakat kepada PT. Wisma Emas di tahun 2001. Kedua, adanya pemblokiran surat warga yang tidak diselesaikan tapi sertifikat tetap terbit. Ketiga, GS juga jauh dengan fakta fisiknya.
“Terakhir fisik tanah seluas 2300 meter persegi (2 bidang) masih dimanfaatkan Ibu Lilin. Bahkan Ibu Lilin pun menyindir, di lokasi tanah milik Ibu Lilin akan dibangun lokalisasi. Plang Nama Kepemilikan Tanah milik Ibu Lilin juga tertulis Tanah ini akan dibangun lokalisasi, lokalisasi tanaman,” tandasnya.
Yakup melanjutkan, saat ini jalur yang ditempuh melakukan langkah mediasi kepada BPN Kota Depok. Tapi pihaknya masih menunggu konfirmasi selanjutnya dan kata staf BPN akan dikonsultasikan. “Bahkan kata staf BPN persoalan kami sudah waiting list, agar ada kejelasan, agar jelas juga langkah-langkah hukumnya,” tegas Yakup.
“Perlu diketahui warga juga tidak menentang adanya pembangunan Tol, malahan mendukung pemerintah untuk membangun Tanah Air ini,” timpalnya.
Senasib dengan Lilin, Ketua RW 15, Marhali, 48, warga Jalan Pinang 2, RT 2/15, Limo, yang memiliki tanah waris milik Bapaknya sendiri yakni Muhari, memiliki tanah seluas 500 meter persegi juga diklaim oleh PT. ACP.
“Meski tanah milik saya tidak terkena pembebasan lahan untuk Jalan Tol. Tapi tanah saya ini diklaim juga milik PT. ACP. Kasus yang sama dengan saya juga dialami warga di RW 2, tanahnya juga diklaim,” ungkap dia.
Menurutnya, adanya kejanggalan dalam hal ini, awalnya dia mengetahui tanah miliknya diklaim oleh PT. Wisma Emas. Karena saat itu, dirinya tidak bisa membuat sertifikat PTSL. Sama halnya dengan warga RW 2 pemilik tanah yang juga tidak bisa membuat sertifikat PTSL di 2019.
“Karena adanya PTSL di 2019, tiba-tiba tanah saya masuk side plan, PT. Wisma Emas sesudah lelang ke PT. ACP, sementara bangunannya tidak berubah, rumah saya masuk side plan, sedangkan dua rumah lainnya yang tanahnya warisan itu tidak masuk side plan. Ini kan aneh,” beber Marhali.
Saat ini, dirinya memiliki surat segel dan kebanyakan warga mengantungi surat AJB.
Marhali membeberkan, dia sebelumnya juga tidak pernah melakukan penandatangan dengan orang lain.
“Penawaran atau pengajuan ke pihak PT. Wisma Emas atau PT. ACP juga tidak pernah, bahkan petugasnya mendatangi warga juga tidak. Gak ada komunikasi juga jadi saya mempertahankan apa yang jadi hak saya, saya sama sekali tidak pernah menjual tanah saya kepada siapapun,” ungkap Marhali.
Sebelumnya, dia, bersama pengurus RW, Sekcam, Lurah dan Dewan termasuk mantan Kepala Desa H. Marjaya membicarakan persoalan ini. Di RW 15, tanah warga Limo yang diklaim ada 14 orang sisanya di RW 2.
Terpaut keberadaan PT. Wisma Emas pun warga setempat tidak mengetahuinya. Sama halnya dengan PT. ACP, warga setempat baru tahu. “Omongan mau ada pembebasan lahan untuk Tol juga warga setempat tidak mengetahuinya. Ini kan aneh tiba-tiba tanah warga diklaim, lucu,” tandasnya.
Harapannya, sebagai pemilik lahan yang sah, kembalikan apa yang sudah menjadi hak warga, jangan main klaim-klaim oleh perusahaan. “Ini kita kan warga jadi korban,” keluh dia.
Sementara, mantan Kades Limo di tahun 2001, H. Marjaya menjelaskan, kronologinya tahun 2001, PT. Wisma Emas ingin melakukan pembebasan lahan seluas 15 Hektar di Limo. Saat itu, dia diminta penandatanganan SPH sebagai bukti peralihan oleh PT. Wisma Emas.
Tapi dengan catatan, kata Marjaya, tanah milik warga harus diselesaikan dan harus ada pemblokiran di kantor BPN Kota Depok.
“Petugas BPN harusnya mengkroscek juga makanya ada surat pemblokiran untuk memback up karena nantinya jika tidak terselesaikan maka tanah itu kembali ke warga setempat,” tegas Marjaya pada awak media.
Ketika dilakukan pengukuran tanah dan penunjuk batas, ungkap Marjaya, warga tidak dilibatkan, tiba-tiba terbit sertifikat HGB di tahun 2006. Sehingga warga meminta surat pengembalian penunjuk batas. “Jelas-jelas tanah itu milik warga setempat, bukti-bukti surat-surat ini lengkap, asli semua, gak bisa dipungkiri,” ungkap Marjaya.
Hingga di bulan Maret Tahun 2014, kemudian PT. Wisma Emas melelang kepada PT. ACP.
“Makanya belasan warga yang tanahnya diklaim ini minta mediasi ke BPN Kota Depok, kalau gak bisa kan ke jalur hukum,” tegas Marjaya.
Sebelumnya pada wartawan, Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kota Depok, Dwi Setyono menjelaskan, pihaknya tidak terlalu mengetahui persoalan tersebut.
“Yang lebih kompeten itu bidang pengukuran, kalau kita pengadaan tanahnya hasil dari pemetaan. Ada dua peta, masing – masing peta nomor bidangnya. Nah, ternyata setelah diadakan verifikasi digabung terdapat tumpang tindih. Nah, ini yang mengetahui adalah (Bidang) pengukuran,” ujar Dwi pada wartawan.
Dwi mengakui ada overlap yang terjadi saat proses pengukuran tanah berlangsung.
“Iya overlap. Ini kan bagian pengukuran. Jadi menurut pengukuran disitu ada overlap termasuk tanah Ibu Lilin dengan PT. ACP. Sebenarnya keduanya sudah pernah datang, sudah mediasi lakukan pengukuran, hasilnya sampai sekarang diproses oleh bagian pengukuran. Makanya untuk lebih jelasnya ke bagian pengukuran,” katanya.
Soal lebih kuat surat yang dimiliki antara Lilin dengan PT. ACP, Dwi mengaku pihaknya tidak bisa menentukan hal tersebut karena bukan ranahnya.
“Siapa yang lebih kuat datanya itu kita enggak bisa menilai, pengadilan itu. BPN hanya sebatas mediasi,” katanya. (ibl/msb)