IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Bupati Sarolangun, Provinsi Jambi periode 2017-2022, Hillalatil Badri. Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018. Pemeriksaan akan dilakukan di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Jambi, Kamis (12/11).
“Hari ini (12/11) pemeriksaan saksi tindak pidana suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017,” ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui keterangannya, Jumat (12/11).
Selain saksi tersebut, KPK juga memeriksa empat orang saksi lainnya yang juga mantan anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019. Mereka di antaranya, Muntalia, Budi Yako, Rudi Wijaya dan Supriyanto.
Selanjutnya, KPK juga memanggil lima orang saksi lainnya dari unsur swasta yakni, Veri Aswandi, RD Sendhy Hefria Wijaya (karyawan PT Athar Graha Persada), Basri (Staf Logistik PT Athar Graha Persada), Muhammad Imaduddin alias Iim dan Deki Nander.
Pada kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni,Fahrurrozi, Arrakhmat Eka Putra, Wiwid Iswhara dan Zainul Arfan. Mereka merupakan mantan anggota DPRD Provinsi Jambi.
Keempat mantan legislator tersebut saat ini sedang mengikuti proses hukum di Pengadilan Tipikor pada PN Jambi.
Dalam kasus ini, pimpinan DPRD Jambi sebelumnya telah meminta uang ketuk palu terkait pengesahan R-APBD Jambi tahun 2017 dan 2018. Mereka juga menagih kesiapan uang ketok palu, melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan menerima uang dalam kisaran Rp100 juta hingga Rp600juta per orang.
Para pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi juga mengumpulkan anggota DPRD untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas dan menagih uang ‘ketok palu’, menerima uang untuk jatah fraksi kisaran Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan menerima uang untuk perorangan di kisaran Rp100juta, Rp140juta, atau Rp200 juta.
Dalam hal ini, Fahrurrozi menerima sekitar Rp375 juta; Arrakhmat Eka Putra menerima sekitar Rp275 juta; Wiwid Ishwara menerima sekitar Rp275 juta; dan Zainul Arfan menerima sejumlah sekitar Rp375 juta.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ydh)