IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penahanan terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar tahun 2012-2017.
Kedua tersangka yaitu mantan Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno, dan Direktur CV Prima Rahmat Wandi. “Tim penyidik melanjutkan masa penahanan tersangka HS (Herman Sutrisno) dan tersangka RW (Rahmat Wardi) untuk masing-masing selama 40 hari ke depan,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/1).
Kedua tersangka ditahan secara terpisah di Rumah Tahanan Negara (Rutan). Tersangka HS tetap ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK. Sedangkan tersangka RW ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.
“Penahanan tersangka terhitung 12 Januari 2022 sampai dengan 20 Februari 2022,” ujar Ali.
Seiring dengan itu, KPK terus mencari alat bukti di antaranya memanggil saksi-saksi untuk menjelaskan dugaan perbuatan para tersangka.
Terkait konstruksi perkara, Herman diduga telah memberikan kemudahan terkait izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank dalam pengerjaan proyek di Banjar. Kemudahan tersebut diberikan lantaran keduanya diduga memiliki kedekatan khusus.
KPK menduga ada 15 proyek yang memakan dana Rp23,7 miliar yang dimainkan oleh Herman selama menjabat. Beberapa proyek itu dikerjakan perusahaan Rahmat.
“Sebagai bentuk komitmen fee atas kemudahan yang diberikan oleh HS (Herman Sutrisno maka RW (Rahmat Wandi) memberikan fee proyek antara 5-8 persen dari nilai proyek untuk HS,” ujar Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Herman juga diduga meminta bantuan Rahmat untuk meminjam uang sekitar Rp4,3 miliar di salah satu bank di Banjar. Uang digunakan Herman untuk keperluan pribadi, sementara itu, Rahmat membayarkan cicilan utang tersebut.
Rahmat juga diduga memberikan beberapa fasilitas untuk keluarga Herman. KPK menduga Rahmat memberikan uang untuk menjalankan bisnis rumah sakit swasta milik Herman.
Atas perbuatannya, Rahmat disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Herman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ydh)