IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyadari bahwa tugas pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan sendiri, namun harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di wilayah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Rabu (23/3).
“Semua upaya pencegahan dilakukan dengan peran serta masyarakat. Artinya KPK tidak mungkin jalan sendiri memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara keroyokan. Kita harus bergandengan tangan untuk bersinergi,” kata Nawawi.
Kolaborasi yang saling mendukung antara KPK, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, pemerintah daerah (pemda), pelaku usaha, serta seluruh elemen masyarakat akan menciptakan pemberantasan korupsi yang berdampak nyata bagi negara.
“Walau KPK saat ini hanya memiliki 1.500 pegawai, tetapi KPK memiliki mata di seluruh pelosok negeri. Hari ini rapat koordinasi, KPK menjalankan tugas koordinasi, bukan sekedar seremonial, tetapi memang ini tugas pokok KPK. Mengadakan rapat dengar pendapat dengan instansi manapun untuk membahas upaya-upaya pemberantasan korupsi,” tegas Nawawi.
Sehari sebelumnya, Nawawi melakukan audiensi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi untuk mendorong penyelesaian perkara-perkara korupsi yang disupervisi oleh KPK.
Lebih lanjut, Nawawi menjelaskan, dalam upaya pencegahan korupsi, Direktorat Monitoring KPK juga melakukan kajian dan menyampaikan rekomendasi terhadap berbagai kebijakan pemerintah.
“Selama ini, 98 persen hasil kajian dan rekomendasi KPK dilaksanakan pemerintah pusat dengan baik. Hal ini demi mencegah terjadinya korupsi,” ujar Nawawi.
Diantaranya kajian terkait Program PEN. Dalam kajian tersebut, KPK menemukan, pertama, ketidakjelasan prioritas. Pemda tidak menyiapkan dokumen perencanaan yang memadai atas kegiatan yang dibiayai dari sumber pinjaman.
Kedua, belum ada pengaturan terhadap pemanfaatan Sisa Hasil Tender (SHT) sehingga dimungkinkan pemanfaatan SHT diluar peruntukkan dalam dokumen Perjanjian Pemberian Pinjaman.
Ketiga, lemahnya pengawasan. Inspektorat lemah dalam memitigasi risiko korupsi.
Selain itu, dalam pelaksanaan program 2022, Nawawi juga berharap pemda juga menyusun roadmap dan rencana pengawasan program Percepatan Penurunan angka Stunting hingga target prevalensi Nasional 13 persen. Mengingat prevalensi stunting pada 2018-2021 masih di atas 30 persen.
Terkait strategi penindakan KPK, Nawawi menyampaikan, KPK terbatas pada dua subyek hukum saja yaitu Aparat Penegak Hukum (APH) dan Penyelenggara Negara (PN). Pihak lain di luar itu dapat menjadi subyek hukum KPK jika bersama-sama terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama APH dan PN.
“Saya sempat tanya Deputi Penindakan KPK, kenapa seolah KPK hanya nangkapi Bupati atau walikota saja? Ternyata karena laporan pengaduan masyarakat begitu tingginya akhir-akhir ini memang banyak terkait itu. Utamanya dalam kaitan pengadaan proyek-proyek strategis di suatu daerah,” kata Nawawi
Terakhir, Nawawi mengingatkan terkait pelaporan LHKPN. Ia mendorong agar Kepala Daerah dapat menginstruksikan kepada OPD untuk menyelesaikan pelaporan LHKPN dengan jujur sebelum Batas Akhir 31 Maret.(ydh)