Sedangkan BTID baru masuk ke Pulau Serangan tahun 1996 dan mereklamasi laut Pulau Serangan yang luas nya ratusan hektar bagaimana ceritanya BTID memiliki tanah di lokasi ex eksekusi.
Di tahun 2009, 36 KK warga pendatang saat itu menggugat tanah tersebut dengan dasar tanah itu adalah wakaf dari Cok Korda Pemecutan, sehingga berjalan secara hukum sampai tahun 2020.
Proses tersebut semua dimenangkan oleh ahli waris dari Daeng Abdul Kadir sebagai pemilik sah tanah tersebut karena mengacu pada putusan tahun 1974 dan 1975 tanah tersebut juga pernah digugat oleh ahli warisnya Sikin (penjual), dengan dasar tanah tersebut tidak pernah dijualbelikan tetapi ada akta jual beli no 28/57 tercatat tanah tersebut sudah di perjual belikan oleh Sikin dengan Rp. 4.500.
“Sampai 17 kali dan semuanya saya menang hingga putusan PK dua kali di Mahkamah Agung tahun 2020. Menyatakan tanah tersebut milik Daeng Abdul Kadir. Serta keputusan hukum tetap (Inchrach) yang dimana tanah tersebut adalah milik almarhum Daeng Abdul Kadir. Yang dibeli pada tahun 1957,” tegas Ipung.