IPOL.ID – Kejaksaan Agung resmi meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam Penentuan Kuota, Pemberian Persetujuan, Pelaksanaan dan Pengawasan Impor Garam Tahun 2016-2022.
“Peningkatan tahap penyelidikan ke tahap penyidikan didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh selama penyelidikan, bahwa telah ditemukan suatu peristiwa pidana dalam impor garam terutama garam industri sejak tahun 2016-2022,” ungkap Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam jumpa pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/6).
Adapun penyidikan kasus ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor Prin-38/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 27 Juni 2022.
Sprindik tersebut telah merubah status penyelidikan yang sebelumnya diterbitkan melalui Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-20/F.1/Fd.1/06/2022 tanggal 14 Juni 2022.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menjelaskan, duduk perkara atau kasus posisi yang disidik bermula pada 2018, terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560.
Namun persetujuan impor garam itu diduga tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia, sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
“Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian negara,” kata Ketut.
Atas hal itu, tim penyelidik kemudian telah melakukan permintaan keterangan kepada beberapa orang yang terkait dan mendapat dokumen-dokumen yang relevan.
“Setelah dilakukan analisa dan gelar perkara disimpulkan bahwa terhadap perkara impor garam industri telah ditemukan adanya peristiwa pidana sehingga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan membuat terang peristiwa tersebut serta menemukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut,” jelas Ketut.
Dalam kasus ini, Kejagung bakal menerapkan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ydh)