Dia pun merasa tergugah untuk membuat perubahan dalam pencarian keadilan. “Keadilan dimaknai sebagai pembalasan, ini tidak boleh terjadi di negara Pancasila. Mayoritas masalah di Indonesia adalah ketidakadilan, karena itu bagaimana caranya membuat masyarakat merasa adil sehingga mencegah mereka mencari keadilan ke pengadilan. Kondisinya, bagaimana merasa adil jika keadilan terkoyak angin politik dan ekonomi,” paparnya.
Dia pun berterima kepada orang-orang yang telah berjasa terhadap perjalanan hidupnya hingga mencapai titik seperti sekarang. “Saya berterima kepada Mbok dan Bapak. Saya hanya bisa mengantarkan doa, terima kasih juga kepada istri, wanita perkasa yang membantu saya. Terima kasih kepada anak-anak yang menjadi mandiri,” ucapnya.
Meski sudah bergelar profesor, Prof Suparji meminta semua pihak tidak memanggilnya prof. “Jangan panggil saya prof, saya bukan siapa-siapa. Belum ada pemikiran besar, hanya bocah angon, dulu ngangon kambing sekarang ngawon hukum. Saya tetap makan di warung, ngojek, dan tinggal ngekos,” pinta Prof Suparji.