IPOL.ID – Terminal bayangan di Jalan Ciputat Raya, Jakarta Selatan, hingga kini masih menaikkan dan menurunkan penumpang.
Padahal belum lama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Satpol PP DKI Jakarta telah menertibkan terminal bayangan tersebut.
Bahkan Perusahaan Otobus (PO) diminta untuk tidak menaikkan dan menurunkan penumpang dari terminal ilegal tersebut mulai Rabu (29/6) lalu.
Penertiban terminal bayangan mengacu pada Perda 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam hal ini, Satpol PP dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta bakal melakukan penyegelan hingga penutupan jika pengelola masih nekat menaikkan dan menurunkan penumpang dari terminal ilegal itu.
Dikonfirmasi wartawan terkait hal tersebut, Kabid PPNS Satpol PP DKI Jakarta, Tamo Sijabat mengatakan, pihaknya memberikan perpanjangan waktu kepada PO bus untuk mengurus ijin. Padahal, pada penertiban sebelumnya dia menyebut pihaknya telah memberikan waktu kepada PO untuk mengurus ijin hingga 29 Juni 2022.
“Sekarang kita suruh dia ngurus ijin-ijinnya. Jadi sekarang masih nunggu ijin,” ujar Tamo pada wartawan, Senin (4/7).
Dia menyebut, pihaknya memperpanjang waktu kepengurusan ijin lantaran terminal bayangan itu dapat digunakan untuk terminal (resmi). Kendati demikian, PO harus mengurus perizinan terlebih dahulu. Apabila sudah memiliki ijin, dari sisi operasionalnya resmi dan menjadi milik Pemda (pemerintah daerah).
“Karena ternyata itu bisa buat terminal. Bisa jadi terminal resmi tapi harus ngurus (ijin) dulu. Terminal itu harusnya milik Pemda nantinya,” tandasnya.
Tamo menyebut pihaknya masih melihat retribusi dan menunggu Dinas Perhuhungan terkait status terminal setelah mengurus ijin. “Kita tanya dishub, dan dishub bilang ada progresnya sudah masuk dalam Jakevo. Kemudian dia (PO) urus penjualan tiket dan loketnya. Jadi untuk zonasinya bisa (jadi terminal resmi),” katanya pada wartawan.
Menanggapi kebijakan Pemprov DKI, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai penindakan yang dilakukan oleh Satpol PP DKI terhadap terminal bayangan di wilayah Jakarta Selatan, setengah hati. Bukan tanpa alasan, keberadaan terminal bayangan menjadi penyakit akut dan sudah lama tidak pernah diselesaikan.
“Jadi saya melihat bahwa keberadaan terminal bayangan ini tidak ada penyelesaiannya semua dan ini seakan ada pembiaran. Lalu, saya lihat ada yang memanfaatkan keberadaan (terminal bayangan) itu, oknum-oknum mungkin dapat setoran dari situ. Jadi itu mereka tetap eksis disitu seperti ada yang melindungi,” kata Trubus pada wartawan.
“Saya melihat (penindakan) ini setengah setengah. Jadi dia selalu cari argumen-argumen pembenaran untuk melakukan semacam sidak-sidak dan penertiban seperti itu yang sekedar seremonial. Artinya keberadaan mereka (terminal bayangan) tidak pernah dilakukan penindakan secara tegas,” tambah dia.
Untuk itu, Trubus menekankan kepada Pemprov DKI Jakarta supaya menindak dan mengusut keberadaan terminal bayangan yang masih beroperasi hingga saat ini. Apalagi, Pemprov DKI berencana menerapkan sistem transportasi terintegrasi. Artinya keberadaan terminal bayangan akan mengancam terminal resmi. Sehingga, terminal bayangan harus ditindak dan ditutup semua.
“Jadi ada pihak yang diuntungkan di situ, seharusnya semua ditutup tidak boleh (beroperasi). Tapi mereka (terminal bayangan) menghidupkan terus seperti membuat satuan dan kekuasan sendiri. Kalau ada petugas melakukan penindakan itu setengah-setengah sekadar seremonial. Diusut, ditegakkan aturan,” tutupnya. (ibl)