IPOL.ID – Hasnaeni (46), wiraswasta warga Kemang Timur, Jakarta Selatan, menjadi korban tipu gelap mafia tanah. Hingga kasus dugaan penipuan dan atau penggelapan yang dialaminya dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Rabu (14/9) malam.
Dalam laporan itu, tertuang terkait tindak pidana penipuan dan atau penggelapan (Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP), tercatat pada Nomor : STTLP/B/4748/IX/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 14 September 2022.
Atas kasus dugaan penipuan dan atau penggelapan tersebut, Hasnaeni yang dijuluki ‘Wanita Emas’ ini mengalami kerugian materil maupun imateril.
“Saya jelas jadi korban penipuan dan penggelapan mafia tanah disini, kasusnya saya laporkan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya,” kata perempuan cantik itu pada ipol.id, Rabu (14/9) malam.
Lebih jauh korban mafia tanah, Hasnaeni mengungkapkan bahwa awalnya dia melakukan pinjaman uang bridjing, dengan jaminan sertipikat tanah pada bulan Juni 2015. Nah, sebelum jatuh tempo utang, dirinya ingin mengembalikan pinjaman itu kepada PT Reliance Capital sebesar Rp22 miliar dengan bunga 6%.
“Kalau bunganya kita udah bayarkan di depan Rp2,8 miliar di tahun (2015) itu. Sebelum jatuh tempo kita sudah menyurat ke mereka, dengan mengirim email tapi tidak ada respon dari mereka,” terang Hasnaeni.
Dia menjelaskan, mulanya pinjaman dana itu adalah PPJB gantung yang tidak bisa dijadikan objek untuk jual beli. Melainkan saat itu sertipikat tanah miliknya hanya sebagai jaminan saja.
Namun demikian, anehnya, tahu-tahu pokok masalah ini adalah jaminannya rumah tersebut dan BPJB/PPJB gantung dengan Notaris RS. RS yang melakukan tanda tangan PPJB gantung tersebut. Nah, tiba-tiba PPJB itu berubah menjadi AJB sampai K di Bareskrim, haknya beralih.
“Saya laporlah ke Bareskrim, nah Bareskrim menunjukkan ke saya itu AJB sampai K dan saya kaget,” ucapnya.
Dalam laporannya di 2016 lalu, dasarnya AJB yang diberikan itu dia merasa tidak menandatangani apapun. Jadi tidak ada hitam diatas putih, secara legal tidak ada perjanjian yang menyebut Hasnaeni menjual bangunan sekitar 2.000 meter persegi dengan luas tanah sekitar 3.000 meter persegi.
“Bukti kepemilikan rumah saya adalah saya tidak pernah merasa menandatangani Akte Jual Beli dan tidak pernah merasa membalik nama saya ke PT Reliance Capital ini,” tegasnya.
Selanjutnya, dirinya melapor ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk membatalkan AJB tersebut.
“Anehnya lagi, saya tidak pernah dipanggil sidang ke PN Jaksel, padahal saya pemohon dan penggugat di PN Jaksel, tiba-tiba saya dipanggil sidang untuk eksekusi rumah saya,” keluhnya.
“Saya merasa keberatan, jadi saya mengajukan surat gugatan perlawanan tapi tidak ada respon dari mereka, lalu tiba-tiba rumah saya dieksekusi, kan aneh,” tambahnya.
Selain itu, Hasnaeni menduga bahwa diduga Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan PN Jaksel ada main dengan PT tersebut.
“Dan saya merasa ini bukan kali pertamanya PT itu berkasus dengan saya, banyak sekali kasusnya bisa dicek di internet orang-orangnya udah banyak yang ditahan karena PT ini adalah lembaga peminjaman uang dan sengaja ketika orang ingin menebus jaminannya dipersulit sehingga PT ini ingin memiliki secara murah dengan menggunakan aparat negara, hukum, Kepolisian, pengadilan, BPN untuk mengambil paksa harta kami,” keluhnya.
Atas kejadian itu, secara tiba-tiba sertipikat yang dijaminkan itu beralih hak tanpa sepengetahuan Hasnaeni. Sehingga, katanya, ada indikasi bahwa mereka permainannya memang seperti itu dan jelas mafia tanah.
“Mereka permainnya seperti itu dan jelas mafia tanah, ingin memiliki harta orang-orang secara paksa, saya tekankan lagi mereka menggunakan aparat hukum, pengadilan, dan BPN untuk merampas harta orang lain,” bebernya.
Sementara, terkait eksekusi tanah dan bangunan miliknya kemarin, Hasnaeni pun tengah melapor ke Bareskrim. “Yang saya laporkan kemarin itu adalah saya merasa bahwa PT dan pengadilan menggunakan aparat untuk menekan, menakut-nakuti, mengintimidasi saya dan adik saya, karena adik saya diseret, diangkat paksa, hingga saya depresi berat,” tandasnya.
Terkait izin PT apakah sudah resmi terdaftar di OJK atau tidak. “Nanti wartawan boleh ngecek di tahun 2015 apakah mereka sudah sah sebagai lembaga peminjaman atau belum,” tutupnya. (Joesvicar Iqbal/msb)