IPOL.ID – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan ratusan ribu Vitamin C, D3, dan Vitamin E beredar ilegal di e-commerce atau media online. Pandemi COVID-19 salah satu imbas negatif, mendorong pelaku kejahatan melakukan produksi dan peredaran produk multivitamin ilegal tersebut.
Berdasarkan hasil pengawasan BPOM, ditemukan peredaran Vitamin C, D3, dan E ilegal, terutama yang diedarkan di e-commerce atau media online.
“Terhadap peredaran vitamin ilegal ini, BPOM telah melakukan beberapa upaya, termasuk intensifikasi kegiatan pengawasan, penindakan, dan pemberdayaan masyarakat,” ungkap Plt. Deputi Bidang Penindakan BPOM RI, Nur Iskandarsyah pada wartawan, Selasa (4/10).
Dia menegaskan, hasil upaya intervensi yang dilakukan jajaran BPOM mengungkap bahwa Vitamin D3, E dan C (ilegal) merupakan produk paling banyak ditemukan. Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan BPOM menunjukkan beberapa produk vitamin ilegal ini sama sekali tidak mengandung zat aktif vitamin.
Selain dilakukan pengawasan terhadap peredaran secara konvensional, BPOM secara berkesinambungan melakukan patroli siber (cyber patrol). “Guna menelusuri dan mencegah peredaran vitamin tanpa izin edar pada e-commerce melalui platform marketplace, media sosial, dan website,” tegas Nur.
Diterangkannya, selama Oktober 2021 hingga Agustus 2022, BPOM telah menemukan sejumlah 22 item produk vitamin ilegal pada 19.703 tautan/link. Mereka melakukan penjualan produk vitamin tanpa izin edar dengan total temuan 718.791 pieces dan nilai ekonomi sebesar Rp185,2 miliar.
Sebagai tindak lanjut pengawasan, sambung dia, BPOM telah memberikan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang diedarkan secara daring, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2020.
Menurutnya, peredaran Vitamin C, D3, dan E ilegal sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Karena keamanan, khasiat, dan mutu produk tidak terjamin. Peredaran vitamin ilegal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif dari sisi ekonomi. Bahkan merugikan pelaku usaha yang selalu patuh menjalankan usaha sesuai peraturan perundang-undangan.
Sehingga BPOM melakukan langkah upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana, baik yang memproduksi dan/atau mengedarkan vitamin ilegal. Sesuai kewenangan yang dimiliki, BPOM bakal menindaklanjuti temuan vitamin ilegal berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu sebagai produk tanpa izin edar dan/atau produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu.
Saat ini, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM sedang menangani 2 perkara dengan barang bukti vitamin ilegal, yaitu pada tempat kejadian peristiwa di Jakarta dan Batam.
Salah satu tindakan BPOM lainnya yaitu memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) melakukan penurunan konten/takedown terhadap link teridentifikasi mempromosikan dan menjual vitamin tanpa izin edar itu.
Secara konsisten, lanjut dia, BPOM mengimbau masyarakat tuk selalu menerapkan Cek KLIK (Kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi vitamin. “Pastikan kemasan produk dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada label, pastikan produk memiliki izin edar BPOM, dan belum melebihi masa kedaluwarsa”.
Selain itu, masyarakat juga diminta bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan yang digunakan dalam penanganan COVID-19. Kemudian tidak mudah terpengaruh akan promosi produk obat, obat tradisional, maupun suplemen kesehatan dengan klaim dapat mencegah atau mengobati COVID-19.
Untuk menjaga ketersediaan vitamin di peredaran selama masa Pandemi COVID-19, BPOM memberikan kemudahan dalam proses perizinan produk, baik dalam hal produksi, registrasi, maupun importasi. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau tenang dan mengonsumsi vitamin yang telah memiliki izin edar dari BPOM.
Lebih lanjut, masyarakat juga diminta agar membeli vitamin pada sarana pelayanan kesehatan resmi agar terhindar dari produk ilegal.
“Sebelum mengonsumsi vitamin, sebaiknya perhatikan kontraindikasi, peringatan, perhatian, dan efek samping yang tercantum pada penandaan/kemasannya. Khusus untuk penggunaan Vitamin C lebih dari 1000 mg, Vitamin D3 lebih dari 4000 IU, serta Vitamin E lebih dari 400 IU, masyarakat diimbau berkonsultasi lebih dulu dengan dokter, mengingat vitamin dengan komposisi itu merupakan obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter,” tutup dia. (Joesvicar Iqbal)