Kegilaan dimulai tidak lama setelah fase pertama selesai dibangun. Presiden Sri Lanka saat itu, Mahinda Rajapaksa, memaksa melanjutkan fase kedua pada 2012. Pemerintah menabrak saran dari studi Ramboll, di mana fase kedua hanya dapat dimulai ketika Hambantota telah nampak menghasilkan keuntungan. Sri Lanka lagi-lagi menambah utang. Sumbernya juga dari Bank Exim China. Bunga dikenakan sangat murah, hanya 2 persen.
Waktu berjalan dan Hambantota gagal menghasilkan keuntungan. Keramaian yang diharapkan tidak terjadi. Pada 2015-2016 misalnya, terjadi penurunan kunjungan kapal. Sesuatu yang jarang terjadi di pelabuhan pada waktu itu.
Sebabnya beragam: pelabuhan tetangga – Pelabuhan Colombo – yang semakin atraktif, kelemahan manajemen, kekurangan industri dan kawasan komersial pendukung, serta fasilitas pelabuhan yang tidak menarik. Hambantota tidak berhasil menggaet mitra strategis di tingkat internasional yang mutlak diperlukan oleh pelabuhan kelas dunia. Utang menggunung di tengah lemahnya kemampuan bayar.