IPOL.ID – Gempa tak bisa diprediksi oleh alat atau ilmuwan manapun, tapi ilmuwan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengaku menangkap gejalanya.
Tim Peneliti Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol (SSTK) Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta mengaku telah mengidentifikasi gejala beberapa hari sebelum gempa M 5,6 di Cianjur, Jawa Barat, terjadi.
Ketua Tim Peneliti Laboratorium SSTK UGM, Prof Sunarno, mengatakan, gejala itu tertangkap melalui sistem peringatan dini atau Early Warning System/EWS gempa bumi yang dikembangkan dengan mengukur konsentrasi gas radon dan groundwater level 1-3.
“Data pengukuran konsentrasi gas radon dilakukan mulai tanggal 1 November 2022 hingga tanggal 22 November 2022 di stasiun telemonitoring konsentrasi gas radon Daerah Istimewa Yogyakarta,” ujar Prof Sunarno dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/11).
Konsentrasi gas radon mengalami kenaikan hingga lebih dari sembilan kali lipat sebelum kejadian gempa bumi di Bengkulu berkekuatan Magnitudo 6,8 pada 18 November 2022 dan terakhir di Cianjur Magnitido 5,6 pada 21 November.
Berdasarkan algoritma prediksi waktu terjadinya gempa bumi yang diintegrasikan dengan pesan otomatis melalui aplikasi Telegram, terdapat peringatan pada sistem peringatan dini gempa bumi yang telah dirancang oleh tim peneliti
“Ketika sistem mengirimkan status ‘waspada’, maka prediksi gempa bumi satu samai empat hari ke depan akan terjadi di daerah antara Aceh hingga Nusa Tenggara Timur dengan magnitudo lebih dari 4,5,” bebernya.
Berdasarkan status “waspada” pada 18 November 2022 tersebut, Sunarno lebih detail menjelaskan dalam satu sampai empat hari ke depan akan terjadi gempa dengan magnitudo lebih dari 4,5.
Hanya dirinya menggarisbawawi tim peneliti UGM tidak memiliki hak mengumumkan hasil prediksi tersebut kepada publik.
Sunarno mengatakan United State of Geological Survey (USGS) menyampaikan bahwa sistem peringatan gempa bumi yang ideal terdiri dari tanggal dan waktu, magnitudo, dan lokasi.
Dia menjelaskan, sistem peringatan dini gempa bumi yang dirancang oleh tim peneliti EWS Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM ini masih dalam pengembangan untuk mencapai sistem peringatan dini gempa bumi yang ideal. Yakni, lebih spesifik pada waktu, magnitudo, dan lokasi gempa.
Tim UGM mengembangkan EWS tersebut sejak 2013 dan pada akhir 2021 berhasil memprediksi 1-4 hari sebelum terjadinya gempa bumi dengan magnitudo lebih dari 4,5 di area prediksi dari Aceh hingga Nusa Tenggara Timur (lempeng Samudera Indo-Australia).
Prediksi dibangun berdasarkan fluktuasi precursor, konsentrasi gas radon, dan groundwater level 4-5. “Hingga November 2022, tim peneliti telah memiliki tujuh stasiun telemonitoring yang berada di Provinsi Banten, Jawa Tengah, DIY, serta Jawa Timur,” pungkas. (ahmad)