IPOL.ID – Sejumlah pihak mendesak agar Komisi Informasi dievaluasi agar mampu menjalankan tugasnya mendorong pengelolaan lembaga publik yang bersih, transparan dan akuntabel sesuai cita-cita demokrasi.
Hal tersebut disampaikan dua pengamat dan praktisi kebijakan publik senior dalam kegiatan Bincang Media untuk Keterbukaan Infomasi, belum lama ini.
Sejak Undang-Undang (UU) Keterbukaan informasi dimunculkan, publik memiliki harapan besar akan berkembangnya keterbukaan informasi badan-badan publik. Hadirnya Komisi Informasi yang merupakan bagian dari undang-undang tersebut merupakan upaya percepatan konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Dengan badan-badan publik yang lebih terbuka dan akuntabel, harapan percepatan demokratisasi menjadi lebih tinggi dengan partisipasi publik. Namun harapan publik tersebut menjadi terlihat berat bila melihat stagnasi indeks keterbukaan informasi dan indeks demokrasi saat ini. Peran dan optimalisasi Komisi Informasi menjadi pertanyaan banyak pihak karena dianggap kurang informatif dan komunikatif.
Beberapa ketidakoptimalan kinerja Komisi Informasi di antaranya tak lepas dari isu kurang harmonisnya hubungan antarbeberapa komisioner yang memiliki kepentingan, pemanfaatan fasilitas kedinasan Lembaga, hingga soal etika kunjungan kedinasan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan.
Belum lagi isu jabatan ganda yang beberapa waktu lalu juga sempat menjadi perbincangan beberapa khalayak. Hal tersebut tentu dapat mengganggu integritas Komisi Informasi dalam mengawal keterbukaan informasi badan-badan publik agar lebih transparan dalam mengembangkan kebijakan publik untuk dapat memperkuat indeks demokrasi Indonesia menjadi lebih baik.
Menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, peran Komisi Informasi Pusat (KIP) hingga saat ini belum dirasakan oleh publik. Kinerjanya nyaris tak terdengar publik. “Kalaupun ada terlihat tidak menyatu,” kata aktivis senior tersebut.
Hal tersebut terjadi diakibatkan para komisioner KIP kerap tidak satu kata secara internal dalam berperan memajukan iklim informasi publik yang terpercaya. Di media sosial ataupun media arus utama juga KIP nyaris tak terdengar dan memang sering tertinggal dalam mengurus isu-isu publik yang sedang ramai diperbincangkan.
Alih-alih fokus mengawal keterbukaan informasi badan publik, kurang harmonisnya hubungan antarkomisioner justru berpotensi mengabaikan tujuan mengawal transparansi informasi dan kredibilitas badan publik. Terlebih Ketika persoalan kurang harmonisnya tersebut lebih kepada persoalan ambisi mempertanyakan kredibilitas satu dengan yang lain, saling memberikan sentimen negatif pada masing-masing posisi, dan kinerja kedinasannya.
Dalam posisi pemberitaan maupun keaktifan di media sosial, Komisi Informasi terlihat kurang komunikatif dan informatif berinteraksi menghadapi dinamika berbagai isu penting dan strategis bangsa saat ini. Nyaris sepanjang Mei hingga Juli 2022, komunikasi yang dilakukan KIP konsisten berada di ada di posisi bawah di antara sesama lembaga sampiran negara (state auxiliaryagencies).
Pengamat kebijakan, Agus Pambagio, menilai sejauh ini KIP masih terbatas sebagai terminal pencari pekerjaan dan belum dapat menjadi acuan publik agar dapat menjadi lembaga yang terpercaya dan dapat mengubah kebijakan yang diterapkan.
Dalam kesempatan yang sama Freddy H Tulung, praktisi komunikasi publik yang mantan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo menilai, indeks keterbukaan informasi tidak mengalami kemajuan yang signifikan dan indeks demokrasi pun masih terbilang mengalami stagnansi.
“Wajar rasanya bila publik kemudian mempertanyakan kembali relevansi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maupun kerja KIP terhadap pertumbuhan demokrasi di Indonesia saat ini,” lanjutnya.
Keterlambatan pengumuman Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) menjadi contoh sederhana kelambanan kerja KIP. Hingga saat ini, KIP belum mengumumkan IKIP tahun 2022. Laman KIP pun terakhir kali melaporkan IKIP tahun 2021.
Laporan IKIP tahun 2021 pun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang menjabarkan hasil penilaian pada seluruh badan publik. Dalam IKIP 2021 yang ditampilkan di dalam laman hanyalah kata sambutan dan risalah hasil pemeriksaan.
Keterlambatan KIP dalam menjalankan tugasnya tentu mendegradasi semangat besar keterbukaan informasi publik yang seharusnya banyak melibatkan partisipasi publik itu sendiri, dan mendorong peningkatan akuntabilitas badan publik.
Baik Agus dan Freddy sepakat saat ini terjadi kemunduran terhadap partisipasi kebijakan publik, terutama di kalangan anak muda. Sehingga suara yang menentukan kebijakan publik justru dikuasai kalangan pemerintah, birokrat, dan politikus.
Keduanya mengingatkan pentingnya menjaga marwah KIP sebagai sebuah lembaga yang independent. KIP harus mampu menjaga integritas dan kredibilitas termasuk keteguhan sikap komisioner yang harusnya lebih sensitif dalam melakukan pertemuan dengan badan-badan publik, terutama bila bersinggungan dengan saat-saat penilaiannya terhadap keterbukaan informasi dari badan publik tersebut.
“Tugasnya yang kerap beririsan dengan penilaian transparansi badan publik harusnya mereka cermati secara lebih hati-hati dengan menghindari bentuk-bentuk pertemuan yang syarat dengan kepentingan badan publik yang dinilanya,” tutur Agus.
Freddy mengingatkan KIP harus memiliki kehati-hatian seperti yang dilakukan lembaga independen lainnya. Untuk itu sebaiknya dibutuhkan keberanian dan keterbukaan KIP untuk menghadirkan fungsi pengawasan yang dapat membantu menjaga integritas kelembagaan.
Pembelaan KIP
Donny Yoesgiantoro, Ketua KIP, memberikan klarifikasi terkait tudingan ini. Pertama, terkait potensi penyimpangan dan konflik kepentingan.
“Kepercayaan dan integritas itu adalah amanah publik yang diberikan kepada kami. Mandat yang diberikan kepada kami melalui wakil rakyat. Insya Allah, kami akan jaga amanah tersebut dengan baik. Kami akan terbuka pada setiap masukan dan kritik yang disampaikan kepada kami,” ujarnya.
Pihaknya menilai masukan ini paling tidak dapat menjadi bahan evaluasi ke depan untuk lebih hati-hati lagi dalam melakukan kerja-kerja strategis KIP dan menjaga diri, serta kelembagaan dari berbagai kepentingan. Integritas dan kredibilitas itu kunci penting KIP dalam mengawal keterbukaan informasi dan demokrasi.
Terkait isu kurang harmonisnya internal komisioner, Donny menegaskan, perbedaan pandangan adalah hal yang biasa. Itu bagian dinamika demokrasi dan berorganisasi. Mungkin yang perlu menjadi perhatian mereka di KIP adalah bagaimana agar perbedaan itu tak mengganggu kinerja lembaga.
“Harus ada etika, saling menghormati, dan fokus, karena ada harapan publik di situ. Tentu perlu semangat yang sama dari tiap komisioner untuk bekerja sama lebih baik lagi membangun transparansi badan publik lewat partisipasi publik,” tambahnya.
Bicara fungsi pengawasan, ini juga tentu menjadi masukan bagi KIP. Nanti mereka akan coba diskusikan secara internal seperti apa format terbaiknya.
“Kami juga harus melihat mekanismenya lebih lanjut agar fungsi pengawasan ini bermanfaat dalam menjaga kinerja kami bekerja lebih baik. Pembentukan Dewan Pengawas atau Dewan Etik juga rasanya perlu dukungan eksternal,” tuturnya.
Dirinya pribadi terbuka dengan aspirasi tersebut karena pada dasarnya fungsi pengawasan dilakukan untuk mendukung kinerja KIP lebih baik dalam menjalankan amanah undang-undang dan amanah publik. Bagaimanapun kita wajib menjaga integritas dan kredibilitas lembaga dengan baik. (ahmad)