IPOL.ID – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta diminta tidak tebang pilih dalam mengusut kasus korupsi lahan di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Termasuk menyelidiki dugaan keterlibatan suami notaris LD yang berinisial S.
Kuasa hukum salah satu tersangka kasus lahan Cipayung berinisial J, Muara Karta mengatakan, rekening bank milik S diduga menjadi penampungan duit hasil korupsi sebesar Rp.17.770.209.673.
“Selanjutnya, uang tersebut didistribusikan S kepada empat tersangka sesuai kesepakatan sebelumnya. Sehingga, demikian terlihat suami notaris LD mempunyai peran dalam terlaksananya peristiwa dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” ujar Karta dalam keterangan tertulis, Rabu (21/12/2022).
Dia menduga, para tersangka dapat menikmati uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp.17.770.209.673 adalah dikarenakan S diduga mau menggunakan rekening miliknya untuk menampung transferan uang delapan pemilik lahan sebesar Rp.17.770.209.673.
“Lalu S mendistribusikannya kepada para tersangka,” imbuhnya.
Karenanya, menurut Karta, terhadap suami notaris LD dapat diusut dan diikutkan terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut serta dapat dikualifikasi sebagai “turut serta melakukan perbuatan”, sebab peran atau perbuatan suami notaris LD yang diduga menggunakan rekening miliknya untuk menampung transferan uang dari delapan pemilik lahan.
Dalam perkara ini, Karta melihat, adanya kerjasama yang erat antara suami notaris LD dengan para tersangka dimana mereka bisa menikmati uang hasil pembebasan lahan sebesar Rp.17.770.209.673 adalah atas adanya perbuatan secara bersama-sama dengan suami notaris LD.
“Namun sampai sekarang suami notaris LD tidak diusut serta tidak diikutkan terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” kata Karta.
Padahal, sambung Karta, perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut berikut barang bukti, serta para tersangka sudah dilimpahkan oleh jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (tahap II) sehingga saat ini tinggal menunggu pelimpahan perkara oleh jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Karta mengungkapkan, apabila Kejati DKI tidak mengikutkan suami notaris LD dalam perkara lahan Cipayung, maka akan menimbulkan kesan buruk bahwa dalam penegakan hukum atas perkara tersebut masih terdapat kelonggaran sehingga masih dapat ditarik kesana kesini yang dapat dimanfaatkan untuk membebaskan sebagian pihak/ pelaku.
Karta mengaku sudah bersurat kepada Komisi Kejaksaan RI untuk mengawasi, memantau, serta menilai penyidikan yang dilakukan oleh jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas perkara dugaan korupsi lahan Cipayung.
Karta menambahkan, pihaknya juga sudah bersurat kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, Jaksa Agung Muda Pengawasan Ali Mukartono, dan Kepala Kejati DKI Jakarta Reda Manthovani.
Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Ade Sofyanyah mengatakan, tim penyidik Kejati mendapatkan fakta yang berbeda dari apa yang diasumsikan kuasa hukum tersangka J, Muara Karta.
“Untuk lebih terangnya lagi kita tunggu saja fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan nanti,” kata Ade melalui layanan pesan singkat WhatsApp yang diterima redaksi.
Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati DKI) melakukan pelimpahan berkas perkara, tersangka, dan barang bukti (tahap II) kasus mafia tanah Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2018 ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jakarta Pusat pada 15 November 2022.
Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ade Sopyanyaj dalam keterangannya, Selasa (15/11) mengatakan, keempat tersangka yang dilimpahkan adalah LD selaku notaris, HH selaku Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan DKI, MTT selaku pihak swasta, dan J selaku makelar tanah. Selanjutnya, jaksa akan menyusun berkas dakwaan dan melimpahkannya ke Pengadilan Tipikor.
Kasus ini bermula pada 2018, ketika Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, atas 9 pemilik lahan guna kepentingan pengembangan RTH DKI Jakarta. Kejati DKI menduga pembebasan lahan di RT 008 RW 03, Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, itu dilaksanakan secara melawan hukum.
Para tersangka telah melakukan pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas 9 bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pemilik lahan tersebut hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp 1.600.000 per meter, sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp 2.700.000 per meter.
Total dana yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI adalah sebesar Rp 46.499.550.000. Sedangkan total uang yang diterima oleh para pemilik lahan hanya sebesar Rp 28.729.340.317.
“Sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka setelah dikurangi biaya terkait pelepasan lahan, yaitu sebesar Rp 17.222.483.312 (miliar),” kata Ade.
Pasal yang disangkakan untuk tersangka LD dan J adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 13 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal yang disangkakan untuk Tersangka HH dan MTT adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Peri)