Untuk membentengi akidah umat, Komisi Fatwa MUI pada 7 Maret 1981 mengeluarkan fatwa Perayaan Natal Bersama tentang haramnya hukum bagi umat Islam untuk melaksanakan dan mengikuti perayaan Natal karena termasuk dalam perkara syubhat.
Memenuhi Undangan Boleh, tapi Bukan Ikut Ritual
Fatwa di atas ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI, yaitu KH M Syukri Ghozali dan Sekretaris H Masudi. Salah satu pimpinan MUI, KH Hasan Basri menjelaskan fatwa itu untuk menjaga kerukunan hidup beragama dan sekaligus memurnikan akidah masing-masing agama.
Fatwa ini kemudian ‘bocor’ menjadi konsumsi publik setelah dimuat Buletin Majelis Ulama No. 3/April 1981. Buletin berjumlah 300 ekslempar bagi internal Majelis Ulama ternyata juga beredar pada selain pengurus MUI. Akibatnya banyak media mengutip, termasuk harian Pelita pada 5 Mei 1981.
Menariknya, sehari setelah fatwa itu beredar lewat Buletin, dimuatlah pula surat pencabutan peredaran fatwa itu melalui Surat Keputusan tertanggal 30 April 1981 yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI, Prof Hamka, dan Sekretaris Umum MUI, H Burhani Tjokrohandoko.