IPOL.ID – Kelompok “Seruni Putih” yang beranggotakan para penjual jamu gendong di Padukuhan Kiringan, Kalurahan Canden, Kapanewon Jetis, menjadi penggerak ekonomi perdesaan di wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ratusan perempuan ini mampu menarik uang miliaran rupiah ke desa-desa dan padukuhan dari usaha minuman herbal atau dulu dikenal dengan jamu gendong.
“Jumlah anggota Seruni Putih saat ini ada 132 orang. Namun yang setiap hari aktif berjualan keliling sekitar 90 orang,” ujar Murjiyati (52 tahun), Ketua Perajin Jamu Gendong “Seruni Putih” di Balai Kalurahan Canden, Rabu 4 Januari 2023. Bu Mur, panggilan akrab Murjiyati, ketika itu baru pulang dari berjualan di utara Pasar Imogiri. Sepedamotornya penuh dengan produk jamu.
Dari berjualan di pinggir Jalan Imogiri Timur, salah seorang perajin jamu gendong asal Padukuhan Kiringan ini memperoleh pendapatan antara Rp500 ribu sampai Rp600 ribu setiap hari. Setelah dipotong untuk biaya operasional, seperti beli bahan baku dan pengolahannya, keuntungan bersihnya sekitar Rp300 ribu per hari.
Ibu Murjiyati yang menjadi motor penggerak ibu-ibu perajin jamu gendong di Padukuhan Kiringan tidak hanya menjual produknya di pinggir jalan, tetapi juga melayani pembelian di rumah dan melalui online. Pembelinya tidak hanya dari Bantul dan sekitarnya saja, tetapi juga dari kota-kota besar lainnya di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, bahkan dari luar Jawa,
Bersama suami dan anaknya, Bu Mur terus berusaha memopulerkan jamu gendong dengan label Riski Barokah. Ada puluhan produk yang dihasilkan dari Riski Barokah, mulai dari instan (dengan gula), bubuk (tanpa gula), dan berbagai minuman. Jenis minuman herbal yang instan itu, antara lain temu lawak, kunir asem, kunir putih, kelor, bunga telang, beras kencur, jahe merah, jahe emprit, dan secang.
“Jumlah totalnya untuk produk instan pakai gula ada 20 varian dan bubuk tanpa gula ada 19 varian,” jelas Bu Mur sebagaimana dikutip wiradesa.co. Untuk pengemasannya sudah sesuai dengan standar kesehatan, karena produksi Riski Barokah, sudah mendapatkan ijin dari instansi terkait, baik kebersihan, higienisnya, maupun kehalalannya.
Para ibu anggota kelompok perajin jamu gendong “Seruni Putih” merupakan generasi ketiga dan keempat perajin jamu gendong di Padukuhan Kiringan Canden. Menurut Bu Mur, perajin jamu gendong pertama kali di Kiringan bernama Mbah Joparto. Beliau sebagai abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Meski Mbah Joparto awalnya sebagai buruh batik, tetapi karena sering diminta pihak kraton membuatkan jamu, maka warga Kiringan ini lantas memiliki keterampilan membuat jamu dari ramuan tanaman empon-empon.
Dari keterampilannya membuat jamu dan berkah dari kraton, Mbah Joparto mengawali usahanya sebagai perajin jamu gendong di Padukuhan Kiringan Canden. Dia meramu jamu di rumah dan ditawarkan ke masyarakat dengan digendong, berjalan kaki. Makanya terkenal dengan sebutan jamu gendong. Kini Padukuhan Kiringan menjadi sentra perajin jamu gendong. Dalam satu padukuhan ada 132 orang perajin jamu gendong.
Lurah Canden H Beja SH MH Li merasa bangga dengan para perajin jamu gendong di Padukuhan Kiringan. Karena dengan jamu gendong, banyak masyarakat umum maupun pejabat, baik dari daerah maupun pusat yang datang ke Kalurahan Canden. “Pada 7 Oktober 2022, ada tujuh kementerian yang datang langsung ke Kalurahan Canden,” ujar Beja dengan bangga.
Sebenarnya, kata Pak Lurah, potensi yang bisa dibanggakan dari Kalurahan Canden, tidak hanya jamu gendong, tetapi juga seni budayanya. Semoga potensi seni budayanya kelak juga menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Kalurahan Canden. Atraksi seni budaya, seperti jathilan, wayang, kethoprak, reog, karawitan, hadroh, dan gejog lesung sebagai penunjang wisata kebugaran yang saat ini menjadi program unggulan dari Lurah Canden.
Jamu gendong sudah tiga generasi menjadi magnet atau daya tarik Padukuhan Kiringan Kalurahan Canden. Sejumlah tokoh perempuan, seperti Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam, dan mantan Bupati Bantul Sri Suryawidati Idham Samawi, menjadi pelanggan jamu gendong. Penggemar minuman herbal juga terus bertambah dan potensi ekonomi untuk menggerakkan perekonomian di perdesaan juga semakin besar.
Untuk Padukuhan Kiringan saja, jika yang aktif berproduksi dan berjualan berjumlah 100 orang dan setiap hari memperoleh pendapatan Rp500 ribu, maka uang yang beredar atau dikelola para ibu-ibu di Padukuhan Kiringan ada sekitar Rp 50 juta per hari. Sedangkan per bulannya mencapai Rp1,5 miliar dan per tahunnya mencapai Rp18 miliar. Ini potensi ekonomi yang cukup besar dan luar biasa untuk lingkup satu pedukuhan. Sangat jelas, jamu gendong mampu menggerakkan ekonomi perdesaan dan harus menjadi perhatian para pemegang kebijakan. (Kang Ono/Timur)