IPOL.ID – Aksi pembegalan kian hari semakin memprihatinkan. Pasalnya, pelaku tak hanya merampas barang berharga, melainkan juga menyakiti hingga menghilangkan nyawa korban. Ironisnya, aksi kejahatan ini selalu terulang, bahkan kini mulai merambah ke warung-warung makan.
Guna mengatasi maraknya aksi kriminalitas ini, berbagai spekulasi pun muncul dari kalangan masyarakat. Salah satunya, perlunya menghidupkan kembali petugas penembak misterius (petrus) seperti di masa lalu. Petrus dipercaya dapat meminimalisir hingga menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan.
Lantas bagaimana praktisi hukum menyikapi spekulasi yang berkembang di masyarakat ini?.
Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah mendukung upaya khusus untuk memberantas aksi pembegalan. Namun ia kurang sependapat dengan spekulasi menghidupkan kembali petrus.
“Betul, saya kira harus ada upaya khusus, tetapi tidak sampai harus seperti petrus zaman orba,” ujar Akbar saat berbincang dengan ipol.id, Minggu (1/1).
Meski efektif dalam meneror dan menakuti para bandit jalanan, menurut dia, petrus selalu identik dengan pelanggaran HAM masa lalu.
“Berbeda dengan saat ini, penjahat seperti sudah hafal dengan diskresi penegakan hukum,” imbuhnya.
Di sisi lain, maraknya aksi pembegalan tak luput dari minimnya kinerja aparat keamanan. Aparat diduga kurang tegas dalam menindak pelaku kejahatan yang selama ini masih berkeliaran.
“(Untuk itu) aparat harus bertindak tegas dan menjamin keamanan masyarakat. Patroli-patroli di daerah-daerah rawan harus ditingkatkan,” ujar Akbar.
Di samping itu, lanjut Akbar, maraknya aksi pembegalan juga akibat dari minimnya hukuman bagi para pelaku kejahatan. Hukuman yang diberikan terhadap pelaku begal selama ini tidak menimbulkan efek jera.
“Kalau tujuan pemidanaan kita adalah pembalasan atau retributif maka hukuman bagi para pelaku juga harus maksimal, bahkan tidak boleh ada remisi dan lain-lain,” jelasnya.
“Sistem lapas kita memiliki probation dan parole officer (pengawas napi residivis) kalau kita mau konsisten tujuan pemidanaan sebagai upaya rehabilitasi,” tambah Akbar.(Yudha Krastawan)