Sebagai salah satu komoditas ekspor, ternyata selama dekade terakhir volume ekspor kopi juga menurun dari 432.781 ton menjadi 375.671 ton, atau menurun rata-rata 1,41 persen per tahun. Artinya, minat petani dalam memelihara tanaman kopi menurun.
Periset BRIN menganggap, hal itu akibat dari rendahnya insentif yang diterima petani, sehingga kurang adanya dorongan untuk meningkatkan produksi. Hal itu sebagaimana disampaikan Kepala Organisasi Riset Tata Kelola, Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM), Agus Eko Nugroho.
“Dukungan para pelaku pasar terhadap petani belum terjalin dengan ikatan yang saling menguntungkan. Masing-masing pihak atau aktor pasar melakukan aktivitas pasar, tanpa didasari hubungan kemitraan yang saling berbagi peran untuk memperoleh keuntungan yang proporsional,” paparnya dalam webinar dengan topik “Ada Apa dengan Kopi? (Strategi Menguasai Pasar Kopi Dunia)” baru-baru ini.
Menurutnya, petani sebagai produsen tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Mereka sulit untuk dapat menentukan harga sesuai dengan keinginannya dan harus menerima harga yang ditentukan oleh para pedagang. Faktor lainnya yaitu lokasi produksi yang tersebar dan sulit dijangkau, keterbatasan informasi pasar, kualitas produk yang belum maksimal, dan kebutuhan tunai di tingkat petani yang sulit dihindari.