IPOL.ID – Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk membayar piutang rakyat dan swasta yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara terkait utang pemerintah kepada pengusaha jalan tol Jusuf Hamka. Jusuf sebelumnya mengklaim pemerintah memiliki utang berikut bunganya kepada perusahaannya hampir Rp800 miliar.
Menurut Mahfud, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan dirinya untuk mengoordinasikan pembayaran utang pemerintah terhadap rakyat atau swasta sejak Mei tahun lalu. Pemerintah juga telah membentuk tim bersama yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Hukum untuk pembayaran utang.
“Pada 13 Januari 2023, presiden kembali memerintahkan melalui rapat internal kabinet yang menyatakan supaya hutang kepada swasta dan rakyat yang sudah menjadi kekuatan hukum tetap, supaya dibayar,” jelas Mahfud melansir dari VOA Indonesia pada Selasa (13/6).
Mahfud menambahkan, Presiden Jokowi berkomitmen untuk membayar utang pemerintah kepada rakyat atau swasta. Menurutnya, hal ini merupakan konsekuensi dari langkah pemerintah yang menagih warga atau swasta yang memiliki utang kepada pemerintah.
Ia menyarankan Jusuf Hamka untuk menagih ke Kementerian Keuangan terkait piutang miliknya dan kementerian wajib membayar utang tersebut. Mahfud juga menawarkan bantuan kepada Jusuf Hamka jika diperlukan.
“Nanti kalau butuh bantuan teknis, saya bisa bantu, misalnya dengan memo atau surat yang diperlukan. Tapi menurut saya, itu tidak perlu memo. Pastikan saja yang saya sampaikan itu dari presiden,” tambah Mahfud.
Sementara itu, pengusaha tol Jusuf Hamka mengapresiasi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD. Namun, ia khawatir pernyataan tersebut tidak sejalan dengan Kementerian Keuangan. Ia juga mengaku tidak mau berkompromi dengan besaran utang pemerintah dan denda yang harus dibayar.
“Saya sudah dirugikan cukup lama, bayar pajak aja telat denda 2 persen per bulan. Jadi keputusannya juga 2 persen per bulan telat. Saya waktu kemarin mau kompromi, tahun 2015 ditawar waktu itu hampir Rp400 miliar ditawar menjadi Rp179 miliar. Sekarang saya tidak mau kompromi lagi, sesuaikan keputusan hukum. Mahkamah Agung memutuskan (denda) 2 persen per bulan sebagaimana kalau kami telat bayar pajak,” ujar Jusuf Hamka kepada VOA, Minggu (11/6).
Jusuf Hamka menyampaikan pemerintah dapat memanggil penilai agar persoalan utang piutang ini dapat diselesaikan dengan adil. Ia berharap negara dapat menyelesaikan persoalan ini dengan baik.
Berdasarkan dokumen berita acara yang diterima VOA, kasus utang piutang ini bermula ketika PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Tbk (perusahaan Jusuf Hamka) yang menggugat pemerintah ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2004. Gugatan ini terkait penempatan deposito sebesar Rp78,8 miliar dan giro senilai Rp76 juta di Bank Yakin Makmur (Yanma) yang telah dilikuidasi pemerintah saat krisis moneter 1998.
Gugatan ini kemudian dimenangkan PT CMNP hingga Mahkamah Agung dan berkekuatan hukum tetap pada 2010. Pemerintah diminta membayar deposito dan giro milik PT CMNP dan membayar denda 2 persen setiap bulan sejak Bank Yama dibekukan.
Pada 2015, pihak Jusuf Hamka telah mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk pembayaran dana PT CMNP sebesar Rp389 miliar.
Permohonan ini kemudian ditawar pemerintah dengan alasan kondisi keuangan negara dan kondisi ekonomi. Kedua pihak kemudian menyepakati besaran nilai yang akan dibayar, yaitu Rp179 miliar.
Pembayaran disepakati akan dilakukan pada 2016 dan 2017, tetapi Jusuf Hamka mengaku belum menerima pembayaran hingga sekarang. (VOA Indonesia/far)