IPOL.ID – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengapresiasi keberadaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menurutnya, undang-undang ini disusun untuk berbenah ke arah yang lebih baik.
“Untuk menuju negara yang modern dan maju memang diperlukan adanya permbaharuan undang-undang,” ujar Sumedana dalam sebuah diskusi bertema “Dinamika Undang-Undang Cipta Kerja” di Jakarta, Selasa (29/8).
Kegiatan diskusi ini dihadiri oleh audiens dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), PT Damri dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Lebih lanjut, Kapuspenkum menyampaikan Undang-Undang Cipta Kerja adalah ide besar untuk memajukan bangsa dalam rangka menarik investor bukan saja dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri, karena investor luar tidak menyukai regulasi atau aturan yang berbelit-belit.
Sementara Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Hukum dan juga Pakar Hukum Tata Negara, Prof Satya Arinanto memberikan keterangan bahwa UU Cipta Kerja dilakukan sebagai sinkronisasi terhadap 70 peraturan perundang-undangan yang materinya cenderung tumpang-tindih.
“Pengertian Omnibus Law adalah suatu undang-undang yang mengatur berbagai hal yang berbeda atau bisa juga satu undang-undang yang diarahkan pada satu alternatif. Misalnya Omnibus Law khusus tentang kekuasaan kehakiman atau pidana,” jelas Prof Satya.
Selain itu dari perspektif sejarah hukum, ia menyampaikan pada 1819 sampai 1949 di wilayah Hindia Belanda pernah diberlakukan sekitar 7.000 peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian pada 1995 terhadap sekitar 7.000 peraturan perundang-undangan yang pernah diberlakukan di Hindia Belanda. Dari 7.000 peraturan yang diberlakukan tersebut, masih ada tersisa 400 peraturan perundang-undangan lagi.
“Sebenarnya dari sejarah hukum Indonesia, Omnibus Law bukan hal yang baru,” ujar Prof. Satya.
Prof Satya menambahkan, metode Omnibus Law dalam Undang-Undang Cipta Kerja itu sebagai langkah yang tepat. Hal ini menjelaskan bahwa reformasi hukum untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi itu amat multi-sektoral, dan kondusifitas iklim investasi itu ditentukan oleh hukum yang tidak berbelit.(Yudha Krastawan)