IPOL.ID – Banyak cara menyampaikan karya-karya seni ‘lama’ agar diterima generasi masa kini. Karya seni maestro lama legendaris seperti Basuki Abdullah tentu sangat sulit diterima anak-anak muda sekarang.
Kecuali karya seni tersebut dikemas lebih menarik, mengawinkannya bersama seni pop-art. Hasilnya? Sebuah karya ikonik yang lebih atraktif.
“Ini karya seni Basuki Abdullah yang dipadukan dengan pop art. Kita menyebutnya Juxtapose,” terang Kepala Galeri G3N Project Andry Permadi pada awak media di Jakarta, Sabtu (19/8).
Dia menjelaskan, Juxtapose merupakan dua hal yang berbeda dijadikan satu. Kedua hal itu yaitu old master (karya lama/tua) dan pop art. Dia mengklaim di Indonesia merupakan kali pertama.
“Di luar negeri ada Takashi Murakami yang dipamerkan di istana Versailles, Prancis,” ungkapnya.
Andry menerangkan, karya Basuki Abdullah berjudul “Tegar Kokoh Bagai Batu Karang” (1981) dan “Rajawali” (1980) makin terlihat keren bersanding dengan karya seni pop art yang anak muda banget.
Lukisan Basuki Abdullah yang diusung galeri seni G3N Project dalam pameran seni ArtMoments Jakarta 2023 itu menggambarkan sosok mitologi, sedang naik kuda dan satunya lagi mengendarai burung rajawali.
Dua karakter kuat menggambarkan aksi heroik yang muncul dalam karya sang maestro tampak kontras. Namun berpadu serasi dengan karakter kartunis, sekilas tampak lucu, menggemaskan, dengan warna-warni mencolok, karya lukis seniman pop art muda Indonesia, Peter Rhian Gunawan dan Arkiv Vilmansa.
Beberapa tahun terakhir, konsep seni lukis kontemporer aliran pop art tengah naik daun. Pop art merupakan aliran seni menggunakan hal-hal populer sebagai konsep atau subjek dalam proses pembuatan karya senimannya.
Gerakan seni itu sangat mudah dikenali karena cirinya sangat khas, dengan warna-warna berani, menggunakan subjek komersial terkenal, memiliki bentuk dan motif khas untuk menyindir objek seni, dan target utama sang seniman tentu saja pasar anak muda.
Nah, ini juga yang mau ditawarkan galeri seni G3N Project kali pertama berpartisipasi dalam ajang ArtMoments Jakarta digelar di Hotel Sheraton, Grand Mal Gandaria City, 18-20 Agustus 2023, bertema “Juxtapose”.
Dalam arti harfiah, “Juxtapose” adalah upaya menyatukan dua hal berbeda menjadi satu. “Seperti saat ini, kita coba padukan karya old master dengan pop art. Konsep ini mungkin baru pertama kali dilakukan di Indonesia. Kalau di luar negeri mungkin sudah ada ya,” klaim Andry.
Dia menyebutkan, pihaknya menggandeng Museum of Toys untuk mewujudkan konsep pameran seni tak biasa itu. Mereka mengajak dua seniman muda sedang naik daun, Peter dan Arkiv untuk melakukan homage atau penghormatan terhadap karya seniman besar tanah air, Basuki Abdullah.
Peter dan Arkiv melakukan homage masing-masing satu untuk dua karya seni Basuki Abdullah. Peter membidani lahirnya karakter Redmiller Blood selama 6 tahun terakhir mengangkat karya homage berjudul ‘Final Destiny’ dan ‘Soaring in the Sky’.
“Saya melihat dua karya Basuki Abdullah ini secara spiritual ingin mengangkat sebuah semangat perjuangan. Maka itu, saya tampilkan sosok Redmiller pada dua karya saya kali ini, yang satu naik kuda dan satunya lagi naik pesawat kardus,” ujar Peter.
Dua karya dosen DKV di Universitas Maranatha Bandung itu mau menggambarkan realita anak muda zaman ini, mudah insecure, mentalnya sangat rapuh, dan tidak percaya diri karena tekanan sosial di sekitar mereka. Peter tak ragu mengangkat isu besar ‘mental health’ dalam lukisannya.
“Saya ingin mengajak anak muda untuk merefleksikan kembali mengenai jati diri mereka, merefleksikan kembali mengenai apa yang penting dan kurang penting dalam perjalanan hidup mereka. Terutama dalam lingkungan society mereka tinggal,” ajak dia ke anak muda.
“Bebek-bebek di lukisan “Soaring in the Sky” ini adalah penggambaran bagaimana lingkungan sosial kita, ada orang-orang yang gemar mengkritik dan tidak peduli. Mereka memakai topeng yang berbeda-beda di lingkungan tempat mereka berada agar diterima secara sosial, sampai melupakan jati diri mereka,” paparnya penuh filosofi.
Pun demikian dengan karya “Final Destiny”. Peter ingin menggambarkan lewat karakter Redmiller Blood berambut merah dan bermata absurd seperti tampak tetesan air mata berwarna pelangi.
Dia ingin, lukisannya itu bisa menggambarkan realita di perkotaan, tuntutan pekerjaan tinggi, sistem kapitalis yang mengukur kesuksesan dari standar keberhasilan hidup. Seseorang, lanjutnya, seperti baru dianggap ‘berhasil’ jika bisa hidup dalam dunia warna-warni gemerlap.
“Sayangnya, dalam proses mengejar standar tersebut, banyak anak muda yang rela mengorbankan identitas aslinya dengan menggunakan topeng yang dirasa perlu untuk mencapai pencapaian tersebut”.
Akibatnya, banyak anak muda yang kesehatan mentalnya terganggu dikarenakan dia tidak menjadi dirinya sendiri sehingga mengalami kelelahan mental.
“Hal itu terutama terjadi dikarenakan oleh tuntutan pergaulan di mana dia berada,” ulas seniman muda yang sudah berpameran di Shanghai, Hong Kong, New York, Australia, dan Korea Selatan itu dan karya seninya sudah dikoleksi kolektor mancanegara.
Namun, masih melalui karyanya, Peter mau mengajak anak muda agar kembali ke jati diri mereka. Seberat-beratnya tekanan hidup, baik sosial maupun ekonomi, selama roda kehidupan ini berputar, selalu ada harapan untuk maju dan berkembang.
Sedangkan Arkiv, lebih menonjolkan karakter domma dalam homagenya terhadap lukisan Basuki Abdullah kali ini. Dia mengaku terhormat dan tersanjung mendapat kesempatan menginterpretasikan karya old master ke dalam goresan pop art.
“Jujur saya merinding saat diberi amanah untuk ‘melukis’ ulang karya Basuki Abdullah. Beliau adalah legend dalam seni lukis Indonesia. Tapi buat saya ini adalah sebuah kesempatan untuk menampilkan yang berbeda, tanpa kehilangan nilai dan karakter pribadi seniman,” terangnya disela-sela pameran.
Arkiv memiliki beberapa karakter dalam karya seninya. Ada domma, mickyv, dan rebbiv. Sebenarnya total ada 12 karakter kartun lucu yang ada di looney tunes dan mickey mouse misalnya.
Untuk homage kali ini, seniman kontemporer asal Bandung, Jawa Barat itu membuat karakter domma dalam dua karya lukis berjudul ‘Thunder Strike’ dan ‘Thunder Bird’. Domma sendiri merupakan karakter yang dia ciptakan karena terinspirasi sang anak, Damma.
Dua-duanya melukiskan karakter domma menaiki kuda dan burung, tapi tentu dalam penggambaran kartun lucu dan tampilan warna-warni pastel. Dia dikenal dengan lukisannya terinspirasi dari karakter kartun menekankan bentuk dua dimensi dan garis tegas dengan warna-warna hidup serta cerah.
Karya Arkiv secara visual dipengaruhi oleh seni jalanan, mainan, fashion, alam, dan subkultur dengan kenangan masa kecil sebagai sumber inspirasi. Dilatih sebagai seorang arsitek, Arkiv kini tengah mempersiapkan kolaborasinya dengan brand terkenal Bathing Ape itu menemukan bahwa etos kerja dan metodenya menjadi lebih terstruktur dan kritis, namun tetap menjaga ekspresi artistiknya tetap mentah dan membebaskan. (Joesvicar Iqbal)