Mereka yang masih tinggal di huntara maupun yang sudah tidak memiliki tempat tinggal, sedianya juga mendapatkan pemenuhan jaminan kelayakan hidup, sekurang-kurangnya agar WTB itu bisa hidup secara lebih layak dan tidak terlantar. Menurut Firdaus, diperkirakan masih ada sekitar 900 keluarga yang tinggal di hunian sementara di Kelurahan Petobo, kawasan hutan kota, Kelurahan Mamboro, Lere di Kota Palu dan Huntara Mpanau di Kabupaten Sigi.
Teguh M Abdu, selaku team leader oversight provider Kementerian PUPR mengatakan lambatnya pembangunan hunian tetap, antara lain karena faktor ketersediaan lahan yang disediakan oleh pemerintah daerah, yang statusnya belum clear and clean yang dibuktikan dengan surat tidak berkeberatan (no objection letter/NOL). Pembangunan huntap bagi 1.600 WTB di Kota Palu baru dapat dilakukan setelah permasalahan lahan diselesaikan pada akhir tahun 2022 untuk lokasi huntap di kelurahan Talise dan Tondo.
“Dan yang harus kita pahami bersama, setelah lahan itu clear and clean, PUPR baru masuk, setelah dapat NOL. Talise itu adalah pertengahan 2022 Nolnya baru keluar. Tondo lebih mundur, sekitar akhir 2022. Jadi sebelum itu PUPR tidak bisa membangun, karena nolnya belum keluar,” jelas Teguh.