IPOL.ID – Percakapan netizen di media sosial (medsos) soal pemilihan presiden (Pilpres) di Tahun 2024 riuh ramai. Bahkan setelah debat calon presiden (Capres) rampung digelar dan menjelang debat calon wakil presiden (Cawapres) akan diadakan sangat ditunggu masing-masing pendukung.
Muncul pertanyaan apakah hal ini akhir dominasi PDIP di 2024? Terhangat Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam temuan hasil survei terbarunya berupaya mengupas hal tersebut.
Direktur CPI Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Hanggoro Doso Pamungkas menyampaikan temuan survei LSI bertema ‘Akhir Dominasi PDIP di 2024’. Kenapa? Hanggoro mengatakan, PDIP mendominasi pada 10 tahun terakhir di Indonesia. Joko Widodo menjadi pemimpin negara yang diusung PDIP menang ketika itu.
Sejak 2009, pemilu presiden dan pemilu legislatif menunjukkan pola berulang. Presiden terpilih membawa partai utama yang mendukungnya juga juara pemilihan legislatif (Pileg) nomor satu.
“Namun apakah di 2024 PDIP bisa menang pada Pilpres atau sebaliknya? Hal ini perlu diulas pada lembaga survei LSI dengan data-data yang ada, dengan metodologi. Melihat elektabilitas partai politik, kali pertama sejak Pileg 2014, PDIP dilampaui Gerindra,” kata Hanggoro di kantor LSI di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (19/12).
Dipaparkan Hanggoro, PDIP juara di Pemilu Tahun 2014 dengan meraih 18,95% dan di 2019 PDIP juara 1933%. Namun untuk 2024 nanti, survei (LSI) November akhir (dua bulan sebelum Pileg 2024) posisi PDIP dilampaui Gerindra.
Elektabilitas Gerindra saat ini sebesar 19,5%, PDIP 19,3%. Jika Gerindra mampu mempertahankan keunggulannya sampai Pileg 2024 nanti, maka akan menjadi akhir dominasi PDIP selama 10 tahun ini.
“PDIP bisa saja gagal hattrick, gagal menjadi juara 3 kali pileg berturut-turut,” ujar Hanggoro.
Hanggoro menjelaskan, penurunan suara PDIP terjadi karena blunder serangan PDIP ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penolakan sepak bola dunia U-20 dan penyebutan presiden sebagai petugas partai.
Kenaikan suara Gerindra terjadi karena adanya kenaikan dukungan dari pemilih yang puas terhadap Jokowi, dan Prabowo semakin populer.
“Jika tren itu terus berlanjut, dukungan PDIP bisa kembali ke era sebelum Jokowi jadi Presiden,” jelasnya.
Dari kategori pengguna sosial media, Gerindra unggul di pengguna Whatsapp dan Facebook. PDIP unggul di Youtube. Tiktok, Instagram, Twitter pilihan partainya lebih banyak ke partai di luar lima besar.
Di pengguna Whatsapp sebagai contoh, di segmen ini Gerindra jadi pilihan tertinggi elektabilitasnya 19,5%. Posisi kedua, ada PDIP 16,3%. Kemudian Golkar 13,5%. PKS 10,6%, dan PKB 7,3%.
Pada pilihan capres di lima partai terbesar, Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar unggul di PKB dan PKS. Prabowo Subianto-Gibran unggul di Gerindra dan Golkar. Ganjar Pranowo-Mahfud MD unggul di PDIP.
Anies-Muhaimin mendapat dukungan dari pemilih PKS sebesar 85,8%, dari pemilih PKB 41,2%. Prabowo-Gibran dapat dukungan dari pemilih Gerindra sebesar 83,4%, pemilih Golkar sebesar 59,0%. Lalu Ganjar-Mahfud mendapat dukungan pemilih PDIP sebesar 75,6%.
Jika Prabowo-Gibran terpilih di Pilpres 2024, terbuka peluang partai utama yang mencalonkannya, Gerindra juga menjadi partai utama menang pileg nomor satu.
“Data di Desember 2023 menunjukkan gejala itu. Tapi masih tersisa waktu dua bulan untuk dinamika turun dan naiknya dukungan rakyat kepada partai politik,” tukasnya.
Lebih jauh, debat capres telah rampung dilakukan. Dilanjutkan debat cawapres rencananya akan digelar pada 22 Desember 2023 sangat ditunggu-tunggu masing-masing pendukung, apakah nantinya akan berpengaruh terhadap suara pemilih? Hanggoro menyebutkan, dia menduga debat yang dilakukan berpengaruh, pertama, pada minor dan kedua, di kalangan elit.
“Bagi mereka yang sudah punya pilihan, statment apa yang dia tonton pada debat itu dia dukung, dia anggap menang,” katanya.
Soal perubahan pilihan, sambungnya, mungkin saja berubah tapi tidak signifikan. Bagi pendukung Prabowo misalnya melihat Anies ambil menyerang (saat debat), pendukung Prabowo bisa saja semakin militan untuk membela (Prabowo) sebagai pilihan mereka.
Bagi pendukung Anies ketika Anies menyerang Prabowo, mereka semakin bersemangat, langkah itu dinilai oleh para pendukung Anies oke. Jadi mereka sudah mempunyai posisinya masing-masing. Apa yang dilakukan, didukung sudah oke dan ideal sehingga itu tidak berubah signifikan.
“Begitu halnya saat debat cawapres nantinya, terutama Gibran diunderestimate, diekspektasikan rendah, tidak menguasai, tidak diharapkan terlalu tinggi. Begitu tampil tinggi maka itu bisa menjadi surprise dan ini harus diwaspadai oleh Mahfud dan Muhaimin”.
Menurutnya, debat itu ada dua hal paling penting, pertama, substansi yang didiskusikan, kedua, penampilan maupun tampilan.
“Jadi sebagus apapun teorinya, substansinya mau disuguhkan tapi jika tampilannya kurang menarik, kurang asyik juga dan nilainya akan minus,” ucapnya.
“Sebaliknya, tampilannya menarik dengan gimik-gimik tapi kalau disampaikan kurang padat juga akan kurang asyik,” tambahnya.
Jadi kombinasi substansi dengan tampilan penting, bisa tampilan berupa gimik, kostum sebagus mungkin, cara berbicara, humor seperti apa, menyerangnya seperti apa, sedangkan di luar substansi ini mempengaruhi kualitas.
“Karena sering kali capres-cawapres, ketika ngegas kurang krusial, seperti soal isu pilkada lalu, padahal substansinya soal hukum. Tapi menariknya disitu, padahal substansinya disini, jadi tampilan gimik tak kalah penting dengan substansi,” tutup Hanggoro. (Joesvicar Iqbal/msb)