IPOL.ID – Indonesia terkenal sebagai salah satu negara penghasil biji kopi yang melimpah di dunia. Selain Brasil, Vietnam, Kolombia, Etiopia, Honduras, India, Uganda, Meksiko dan Guatemala. Bahkan kopi di tanah air kini tak kalah bersaing di belahan penjuru dunia.
Di kalangan pecinta kopi sendiri, orang-orang tak hanya sekadar meminumnya, namun ada nilai seni tersendiri dibalik cita rasa seduhan kopi tersebut.
Lebih jauh berbicara kopi, ipol.id akan sedikit mengupasnya dari seorang pemilik kios ‘Dunia Kopi’ di Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Adalah Suradi, 51, Pemilik Dunia Kopi menceritakan awal dirinya mencintai kopi hingga menjadi seorang pengusaha kopi yang sukses bahkan menjadi provokator kopi.
Suradi menceritakan, awalnya sebelum Tahun 1998 dia bekerja selama 13 tahun ikut Ibu haji yang berdagang sembako di Pasar Santa. Kemudian pada Tahun 2000 dia memutuskan berhenti untuk memulai berjualan plastik dan kopi giling dengan memakai ember.
“Jadi saat itulah saya mulai mencintai kopi dan memulai belajar mendalami kopi,” tutur Suradi atau akrab disapa Pakde Suradi sambil menghidangkan dua cangkir kopi pada ipol.id, Rabu (3/1/2024).
Suradi menjelaskan, karena orang biasanya jualan kopi sachet, masih jarang yang berdagang kopi giling ketika itu. Dalam benaknya, dia berkeinginan kuat agar Pasar Santa suatu saat akan banyak dikunjungi pembeli Warga Negara Asing (WNA) hingga pasar ini menjadi destinasi wisata.
“Saya ingin Pasar Santa melegenda, jadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi WNA dan menjadi ikon kopinya dunia,” kata pria kelahiran tanggal 25 Januari 1972 itu.
Dulu Suradi melihat berbagai biji kopi yang dihasilkan oleh para petani melimpah di Indonesia, sehingga dia ingin mengumpulkan berbagai kopi di Indonesia itu bisa ada pada satu tempat hingga menjadi tempat wisata contohnya seperti Bali. Maka terciptalah nama ‘Dunia Kopi’ ini di Pasar Santa.
“Ternyata nama adalah doa, seperti menamai seorang anak kan harus bagus ya, mendoakan anak yang soleh,, jadilah Dunia Kopi ini,” ungkap pria asal Grobogan, Jawa Tengah itu.
Tak berhenti sampai di situ, Pakde Suradi tak lupa selalu berusaha, belajar terus bukan hanya mendalami tentang taste (rasa) kopi itu sendiri bagaimana. Tetapi dia terus meng-upgrade diri, belajar pascapanennya kopi, lalu marketingnya di luar negeri seperti apa, permintaannya bagaimana dan seperti apa.
Karena menurutnya, setiap negara, daerah, wilayah, misalnya Italia, Australia, Jepang, Korea, dan di Timur Tengah itu kopi apa yang dikenal? Suradi menekankan, jadi itu yang harus dipelajari dan selama ini terus dia gali, jadi ‘Dunia Kopi’ selalu menghadirkan kopi-kopi yang baru.
Seperti Yellow Castura, Java Blue Mountain, An Aerob, Rebrika, Java Carlos, Gayo Aceh, Kintamani, Papua dan lain sebagainya, prosesnya ada Red, Yellow Hany, maupun Black Hany.
Selain dari aroma, kopi memiliki dua jenis yang berbeda dari rasa yang dihasilkan. Seperti halnya kopi arabika terasa lebih asam dibandingkan dengan kopi robusta. Berbeda dengan kopi arabika, rasa yang dihasilkan kopi robusta terasa lebih kuat dan pahit dengan aftertaste yang mirip kacang tanah.
“Jadi alam itu kita ekspose, berbagai macam kopi di Indonesia ini harus terekspose”.
Tentang kopi, katanya, banyak para pecinta kopi dari orang luar, dia melihat mesin kopi banyak berasal dari Jerman, Italia hingga China dan harganya pun mahal-mahal tapi negara itu tidak mempunyai kopi. Jadi dia melihat ada mutiara hitam pada kopi ini.
“Bayangkan kopi sekilo bisa mencapai Rp4 juta-6 juta rupiah di luar negeri, segelas kopi bisa sampai ada yang Rp150 ribu, makanya keren kan, kita melihat kopi ini dari segala sisi,” ujarnya.
Dalam perkembangannya, Pakde Suradi saja bisa menyiapkan dalam satu hari bisa mencapai 1 ton biji kopi, dalam sebulan 30 ton. Sampai dia tidak kuat untuk mengekspornya. Karena kebanyakan pembeli kopi ini dari Negara Korea, Jepang, Rusia, Jerman, dan China.”Mereka (WNA) kebanyakan pesan Arabika,” jelasnya.
Hingga 70 persen pelanggannya adalah orang asing dan pecinta kopi dari mana saja bahkan dunia luar kerap menghubunginya, setiap hari ‘Dunia Kopi’ ini pun menjadi konsultan bagi mereka yang ingin membuka usaha kopi.
Selain itu, dia juga menyediakan alat-alat mesin penggiling kopi yang banyak dipesan orang-orang yang ingin memulai membuka usaha kopi, sampai dengan menyiapkan bean kopinya, baristanya untuk meracik kopi, marketing app-nya dan lainnya.
“Ikut membantu membangun Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan meningkatkan ekonomi,” ungkap dia tersenyum.
Selain memiliki kopi nusantara, dia juga memiliki kopi Brasil dan Vietnam sebagai studi banding rasa kopi luar negeri itu seperti apa. Tetapi kopi Indonesia tidak kalah dengan kopi luar negeri, bahkan dia mempunyai kopi unggulan juara dunia di 2016 yaitu Kopi Puntang (Ayi Sutedja) dijual Rp800 ribu per kilogram. Sedangkan kopi Brasil dia jual seharga Rp600 ribu per kilogram.
Dari usahanya menjalankan bisnis kopi tersebut, dirinya telah menyekolahkan buah hatinya hingga ke pesantren. Tak lupa, juga mengajarkan anak-anak pesantren mengenali kopi, memberikan keterampilan kepada mereka.
Sejumlah pejabat, katanya, seperti Pak Sandiaga Uno, Bu Sri Mulyani, Dedi Mizwar, Zulkifli Hasan, Desi Ratnasari dan lainnya telah mencicipi kopi di Dunia Kopi, pada rangkaian Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN 2023 lalu juga dia turut andil menyeduhkan kopi nusantara bagi para tamu negara.
“Apapun harus nawaitu paksain, belajar sambil berjalan, level meroasting, komposisi, jika sudah pintar menciptakan karya, market kopi lalu menjadi idola kopi, jangan mengidolakan luar terus, kopi Indonesia harus diidolakan karena kita punya ketinggian yang bagus,” ucapnya.
“Paling tidak Indonesia harus ada 10 orang seperti saya, menjadi putra-putra terbaik bangsa di dunia kopi, jadi provokator kopi, menjadi duta kopi Indonesia agar produk kopi Indonesia dijual dengan kualitas harga terbaik dan ada nilai plus di mata dunia internasional,” tambahnya.
Menurutnya, sejauh ini kopi Indonesia terus mengalami peningkatan, karena jika disandingkan antara kopi Indonesia dengan kopi luar negeri berada di angka 11-12, soal rasa tidak jauh berbeda, boleh diadu.
“Kopi Pak Ayi Sutedja di Atlanta saja bisa menang, jadi kopi Indonesia ini bagus, ya merah putih, tidak bisa dong, taste serta aroma kopi kita ini mantap, bersaing dong dengan kopi luar negeri,” ujar Suradi bangga.
Kopi Indonesia itu juga memiliki histori tersendiri, ada nilai seni tersendiri. Orang jika mencintai kopi tak hanya sekadar meminum kopi, bisa dinikmati dari rasa, aroma, maupun sensasinya.
“Jika melihat kopi itu layaknya seniman tak hanya sekadar minum saja ya,” akunya.
“Tastenya cokelat, black tea, sweat fruit tea, misalnya itu, tetap ada seninya,” ungkapnya.
Sehingga apa yang selama ini dia jalankan tentang kopi, mengeksplore kopi, hal pertama yang sulit, dulu dalam berjualan yang laku adalah robusta yang dalam satu bulan laku hanya 20 kilogram. Namun dirinya berpesan kepada mereka yang ingin memulai bisnis kopi agar jangan patah arang, terus belajar, meracik berbagai kopi hingga meminum kopi tanpa gula.
“Karena kopi dapat memperlancar peredaran darah, antioksidannya tinggi jadi buat kesehatannya pun ada”.
Sebelum menutup obrolan kecil ini, Pakde Suradi yang telah memiliki puluhan anak buah dan tak hentinya mengajarkan berbagi pengalaman serta pengetahuan kopinya kepada orang lain.
Agar para petani kopi dapat terus merawat dengan baik perkebunan kopinya. Dapat selalu mengamati biji-biji kopi pilihannya.
“Jadi mereka yang punya perkebunan kopi dirawat dengan baik kebunnya, pasca panennya seperti apa, sehingga kopi dapat dikenali, kopi dari hulu ke hilir tidak akan putus. Seperti apa yang telah saya cita-citakan selama ini,” pungkas Suradi menutup. (Joesvicar Iqbal)