IPOL.ID – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) membeberkan minimnya dukungan moril dari orang terdekat terhadap anak-anak korban kekerasan seksual. Sehingga hal tersebut masih menjadi masalah dalam penanganan kasus kekerasan.
Bahkan hingga kini dalam banyak kasus masih ditemukan orang terdekat yang harusnya membantu proses pemulihan trauma justru menyalahkan dan merundung korban.
Pjs Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Lia Latifah mengungkapkan, minimnya dukungan moril untuk korban bahkan membuat banyak anak enggan melaporkan kasus dialami.
Pada Tahun 2023 saat kegiatan edukasi pencegahan bullying dan kekerasan ke 57 sekolah jenjang SD, SMP bahkan Komnas PA mendapati banyak anak korban kekerasan yang hanya bisa diam.
“Ada satu anak kelas 6 SD di Jakarta Pusat mendapat kekerasan seksual dari guru ekskulnya. Dia bercerita kejadiannya kelas 4. Berarti kan sudah dua tahun yang lalu kejadian,” ujar Lia pada awak media di Jakarta, Jumat (2/2).
Saat ditanya psikolog Komnas PA, anak korban kekerasan seksual itu menyebut dia sebelumnya tidak berani melaporkan kasus dialami karena khawatir dengan sikap orang di sekitar.
Korban mengaku khawatir bila melaporkan kasusnya ke guru di sekolah, bukan dukungan moril didapat dan pendampingan diharapkan. Sebaliknya dia (anak korban) justru menjadi bahan perbincangan di sekolah.
“Kita tanya kenapa enggak cerita sama orangtua. Katanya kalau aku cerita sama papah, mamah pasti nanti aku dimarahi, aku disalah-salahin, aku enggak mau. Mendingan aku diam,” jelas Lia.
Contoh kasus lain ditemukan Komnas PA adanya anak kelas 2 SMP yang menceritakan bahwa pada saat mengenyam di SD dia menjadi korban pelecehan seksual dari sepupunya.
Tak ayal, korban memilih terus memendam kasus dialami tanpa melaporkan ke orang terdekat juga karena khawatir bila dia bercerita maka dia justru disalahkan atas kasus dialami.
Dalam kasus anak tersebut guru-guru di sekolah sebenarnya menyadari bahwa terjadi perubahan sikap pada korban, tapi tidak tahu harus memberi penanganan apa terhadap korban.
“Gurunya bilang ada perubahan perilaku. Waktu SD dia ceria, ketika SMP diam saja. Prestasi belajar juga menurun. Kalau kita ada seperti ini kita langsung dekati, bicara dari hati ke hati,” tutur Lia.
Sehingga Komnas PA menyatakan dalam penanganan kasus anak korban kekerasan seksual para orangtua, lingkungan terdekat, hingga sekolah berperan penting membantu korban.
Supaya korban merasa nyaman dan mau bercerita, tidak merasa sendirian dan atau justru dipersalahkan atas kasus dialami untuk membantu proses pemulihan psikologis.
Terlebih jumlah kasus kekerasan terhadap anak terus bertambah setiap harinya, dan mayoritas justru dilakukan orang terdekat sedari orangtua, saudara, maupun guru yang seharusnya melindungi anak.
“Dari sekitar 15 ribu anak itu 90 persennya anak-anak yang menjadi korban bullying, 60 persen kekerasan verbal, sisanya kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan pelecehan,” tutup Lia. (Joesvicar Iqbal)