IPOL.ID – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hadir sebagai pihak terkait dalam sidang uji materiil. Sedianya LPSK mendukung korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan pemulihan.
Uji materiil dilakukan pada Pasal 43 L ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penetapan Peraturan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (5/3).
Disampaikan dalam sidang di MK oleh Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias tentang upaya dan tantangan dalam pemenuhan hak korban tindak pidana terorisme masa lalu. Bahwa batas waktu tiga tahun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 terdapat sejumlah tantangan dalam pemenuhan hak korban.
Karena problem jangkauan wilayah yang sangat luas dan waktu yang singkat. Mengingat proses pemberian bantuan dan kompensasi terhadap korban (terorisme) memerlukan waktu panjang dan masih banyaknya korban yang belum diidentifikasi.
“Sejumlah faktor yang melatarbelakangi terhambatnya pemberian kompensasi terhadap korban antara lain belum adanya surat keterangan dari BNPT, korban tidak mengetahui adanya hak kompensasi dan bantuan, persyaratan administratif yang tidak dapat dilengkapi korban karena waktu yang tidak cukup, dan lain-lain,” kata Susilaningtias dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (6/3).
Berkaitan dengan pemenuhan hak korban tindak pidana terorisme masa lalu, lanjutnya, LPSK telah menangani 1.410 korban tindak pidana terorisme masa lalu dari 65 peristiwa terorisme masa lalu. Namun, sekitar 779 korban tindak pidana terorisme belum mendapatkan kompensasi.
“LPSK telah memberikan kompensasi pada 631 korban tindak pidana terorisme masa lalu yang langsung diberikan melalui rekening korban dalam 65 peristiwa tindak pidana terorisme masa lalu, dengan total nilai kompensasi sebesar Rp 103.416.852.987,” ungkap Susilaningtias dalam sidang.
Sidang perkara Nomor 103/PUU-XXI/2023 merupakan sidang lanjutan pengajuan permohonan tiga korban terorisme masa lalu. Mempersoalkan batas waktu tiga tahun untuk mengajukan kompensasi, restitusi, bantuan medis, dan bantuan lainnya kepada negara.
Permohonan tersebut diajukan oleh Peria Ronald Pidu korban tindak pidana terorisme Bom Pasar Tentena (28 Mei Tahun 2005), Mulyadi Taufik Hidayat dan Febri Bagus Kuncoro korban tindak pidana ledakan Bom Beji Depok (Tahun 2012).
Atas tantangan disampaikan LPSK, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi meminta LPSK dan BNPT untuk memberikan keterangan tambahan, di antaranya tentang tantangan yang dialami dalam memberikan bantuan pada korban terorisme dalam sidang lanjutan yang akan digelar 15 Maret 2024 mendatang. (Joesvicar Iqbal)