“Kenapa pabrik-pabrik oli palsu itu tak segera ditutup, padahal kami sudah membantu memberi informasi detail, kalau ada pabrik oli palsu masih produksi sampai saat ini, jelas melanggar secara hukum, kami sangat membantu pihak Kementerian Perdagangan untuk mempermudah kerja mereka, namun mereka slow respon. Yang kami curigai berarti ada permainan disini, tunggu saja, nanti kami bongkar seterang-terangnya,” ungkap Sultoni.
Dugaan praktik pemalsuan seperti ini, katanya, seharusnya menjadi konsentrasi dari Kemendag dan kementerian atau lembaga, serta penegak hukum.
Seperti tertuang dalam aturan perdagangan tidak boleh memalsukan atau menduplikasi. Harus sesuai Undang-Undang (UU), produksi oli palsu melanggar UU Konsumen karena tidak melakukan produksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pembuatan pelumas ilegal telah melanggar UU Konsumen Pasal 62, karena tidak melakukan produksi sesuai ketentuan yang berlaku dan akan dikenakan sanksi 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.
Sultoni menilai peran pemerintah dalam mewujudkan perlindungan terhadap konsumen adalah melalui peningkatan standarisasi, pemberdayaan konsumen, pengawasan barang dan atau jasa beredar, tertib ukur serta pengendalian mutu barang dan atau jasa serta peningkatan upaya perlindungan konsumen belum maksimal.