Kemudian, Pasal 94 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.
Selain itu, Pasal 107 ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.
“Permintaan kami intinya meminta agar suara kosong atau blank vote dinyatakan sebagai suara sah pada pilkada dengan dua atau lebih pasangan calon. Jadi, untuk mendukung itu, agar MK mengubah pasal-pasal yang terkait,” imbuh Heriyanto.
Dijelaskan Heriyanto, permohonan uji materi ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan warga pergi ke tempat pemungutan suara, tetapi tidak ingin memilih pasangan calon yang ada dalam surat suara. Alhasil, pemilih mencoblos semua pasangan calon atau di luar kolom.
“Tetapi, selama ini aturan yang ada itu dikategorikan sebagai suara tidak sah. Mau coblos semua calon atau coblos di luar calon, itu suara tidak sah. Makanya, kami meminta kepada MK, itu dikeluarkan dari suara tidak sah menjadi suara sah,” kata dia.