IPOL.ID – Badan Narkotika Nasional (BNN) membongkar kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari dua jaringan bandar narkoba dengan total aset sebanyak Rp64.055.001.829,26.
Kepala BNN, Komjen Marthinus Hukom mengungkapkan, aset yang disita BNN tersebut merupakan hasil ungkap dua kasus yaitu jaringan Malaysia-Palembang dan jaringan Aceh-Palembang.
Kasus pertama tindak pidana pencucian uang (TPPU) jaringan narkoba Malaysia-Palembang dengan melibatkan tiga tersangka yakni berinisial HI alias AC, AT alias WH, dan LM.
Terungkapnya kasus berawal pada bulan Mei 2024 lalu BNN mendapatkan informasi transaksi narkoba di Jalan Sei Seputih, Kota Palembang, Sumatera Selatan dengan barang bukti sabu 1.044 gram.
“Berdasarkan penyidikan lebih lanjut diketahui bahwa narkotika yang berasal dari Malaysia menuju Palembang melalui Pekanbaru,” ungkap Marthinus pada awak media di Jakarta Timur, Kamis (10/10/2024).
Usai penangkapan para tersangka penyidik TPPU BNN RI kemudian melakukan analisa transaksi keuangan guna menemukan bukti pencucian uang dalam kasus tersebut.
Hasilnya penyidik menemukan sejumlah aliran dana transaksi narkotika yang dilakukan para tersangka melalui beberapa rekening bank dengan menggunakan nama pribadi maupun orang lain.
Barang bukti TPPU diamankan dari ketiga tersangka di antaranya uang dalam rekening senilai Rp999.323.047,00, uang tunai Rp136.000.000,00, dan aset bergerak maupun tidak bergerak.
“Para tersangka melakukan TPPU dengan menggunakan modus nomine, u turn, tarik dan setor tunai, serta menyamarkan dalam bentuk aset, baik dengan nama pribadi maupun pihak lain,” ujarnya.
Dari hasil penyidikan diketahui ada tiga pelaku lain terlibat, yakni pria berinisial KOH, perempuan berinisial RA yang merupakan istri WH, seorang berinisial A, namun ketiganya masih buron.
Terkait tiga pelaku yang sudah diamankan, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk proses hukum lebih lanjut atas perbuatannya.
Ketiganya disangkakan Pasal 137 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Pidana maksimal 20 tahun penjara,” tegasnya.
Kasus TPPU narkotika kedua yang diungkap jajaran BNN RI melibatkan bandar narkoba jaringan Aceh-Palembang dengan tersangka seorang pria berinisial AS alias YD.
Marthinus menambahkan, pengungkapan kasus bermula dari temuan transaksi uang mencurigakan dua narapidana berinisial NH dan MM yang sebelumnya diamankan jajaran BNN RI.
“BNN bekerja sama dengan PPATK mendapatkan adanya aliran dana transaksi narkotika dari rekening NH dan MM ke rekening pihak ketiga yang dikuasai oleh tersangka AS alias YD,” ujar Marthinus.
Dari penyidikan, NH diketahui mentransfer uang hasil peredaran gelap narkotika total senilai Rp13.501.725.000,00 dengan frekuensi 340 kali transaksi selama kurun 2014-2019.
Sedangkan terpidana narkotika MM telah mentransfer uang hasil peredaran gelap narkotika total sejumlah Rp155.700.000,00 dengan frekuensi empat kali transaksi selama tahun 2014-2016.
“YD diketahui merupakan seorang residivis kasus narkotika dengan hukuman pidana 11 tahun pada tahun 2011,” ungkapnya.
Marthinus menegaskan, aset TPPU yang diamankan dari YD, di antaranya, aset tidak bergerak meliputi ruko dan rumah senilai Rp20.000.000.000,00, aset kendaraan senilai Rp1.795.000.000,00.
Modus pencucian uang yang dilakukan tersangka YD yaitu modus use nominee, structuring, u turn, modus pembelian aset dan barang mewah atas nama orang lain, serta modus transaksi pass by.
“Tersangka AS alias YD disangkakan Pasal 137 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 3, 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU,” pungkas Marthinus. (Joesvicar Iqbal)