“Hal ini sangat penting bagi aparat penegak hukum untuk memahami bagaimana pelaku dengan kondisi disabilitas dapat melakukan tindak pidana, sebagaimana dilaporkan korban,” ungkap dia.
Sri pun menjelaskan, penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS juga penting guna memulihkan hak-hak korban dan memberikan perlindungan dari risiko viktimisasi.
Terkait pelaku, LPSK mendorong penerapan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas guna pemberian akomodasi yang layak sesuai dengan ragam disabilitas pelaku.
“Dengan memahami kebiasaan pelaku dalam kehidupan sehari-hari, diharapkan kebenaran materil dalam perkara ini dapat diungkap secara utuh,” tukasnya.
Sebelumnya, korban perempuan berinisial MA melaporkan kasus dugaan perkosaan dilakukan pelaku IWAS ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 7 Oktober 2024.
Dalam jalannya penyelidikan, Polda NTB telah meminta keterangan terhadap lima orang saksi, termasuk teman korban dan penjaga homestay, serta mengantongi hasil visum, analisis ahli psikologi hingga menetapkan Agus sebagai tersangka.