Tantangan kedua adalah peningkatan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Kemnaker terus memperkuat akses kerja bagi kelompok ini dengan membentuk Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Disabilitas dan Khusus di bawah Ditjen Binapenta dan PKK.
“Regulasi yang mewajibkan perusahaan mempekerjakan 1% tenaga kerja disabilitas harus kita jalankan dengan serius. Oleh karena itu, berbagai pelatihan akan kami selenggarakan agar mereka memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri,” tegasnya.
Tantangan ketiga adalah menghadapi karakteristik dan ekspektasi pencari kerja dari generasi Z yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, strategi khusus dibutuhkan agar mereka dapat beradaptasi dengan dunia kerja yang terus berkembang.
“Saya berharap melalui CoP ini, kita bisa merumuskan strategi yang tepat untuk membimbing generasi muda dalam memasuki dunia kerja,” kata Yassierli.
Selain itu, Menaker menekankan peran penting pengantar kerja dalam memastikan kecocokan antara pencari kerja dan kebutuhan industri. Mereka harus memahami kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan, baik dari sisi kompetensi teknis maupun soft skill.