IPOL.ID – Setiap kali bulan Sya’ban tiba, muncul perbincangan mengenai keutamaan berpuasa di bulan ini, terutama pada pertengahan bulan atau yang dikenal dengan Nishfu Sya’ban.
Salah satu dalil yang kerap dikutip adalah hadis riwayat Ibnu Majah dari Ali Ra yang berbunyi:
إذا كانَتْ ليلةُ النِّصْفِ من شَعْبانَ قُومُوا لَيْلَها وصُومُوا نَهارَها
“Jika ada malam Nishfu Sya’ban maka dirikanlah (ibadahlah) di malamnya dan puasalah di siang harinya.”
Namun, para ulama bersepakat bahwa hadis ini berderajat dhaif (lemah). Melansir laman PP Muhammadiyah, Kamis6 Februari 2025, salah satu rawinya dikenal sebagai pemalsu hadis, sehingga riwayat ini tidak dapat dijadikan dasar dalam beribadah.
Dengan demikian, anggapan adanya kewajiban atau anjuran khusus untuk berpuasa di pertengahan Sya’ban tidak memiliki landasan yang kuat dalam Islam.
Meski begitu, puasa di bulan Sya’ban tetap memiliki keutamaan berdasarkan hadis-hadis shahih. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Aisyah Ra berkata:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَصُومُ حتَّى نَقُولَ: لا يُفْطِرُ، ويُفْطِرُ حتَّى نَقُولَ: لا يَصُومُ، فَما رَأَيْتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إلَّا رَمَضَانَ، وما رَأَيْتُهُ أكْثَرَ صِيَامًا منه في شَعْبَانَ
“Dari Siti Aisyah ra berkata: “Rasulullah berpuasa hingga kami menyangka Ia berbuka, dan berbuka hingga kami menyangka Ia tidak berpuasa dan aku tidak pernah melihat Rasul menyempurnakan puasanya satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadan dan aku tidak pernah melihat Rasul memperbanyak puasanya daripada berpuasa di bulan Sya’ban”.