Sementara, lanjut dia, kalau jaksa tidak bisa menghadirkan seorang direksi dan pihak-pihak lain mungkin notaris terkait perjanjian tersebut, berarti tindak pidana yang bersumber dari perjanjian itu harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Karena keterangan sumber utamanya tidak ada.
“Kalau keterangan sumber utamanya tidak ada, berarti bagaimana menyimpulkan itu terjadi tindak pidana atau bukan tindak pidana? Atau bagaimana membuktikan itu sebuah tindak pidana kalau sumber utamanya tidak ada. Itu tidak bisa disimpulkan bahwa dengan melihat dokumen saja sudah selesai, tidak bisa. Karena ada dugaan terjadinya tindak pidana tadi,” urai dia.
Kemudian, Mudzakkir menegaskan bahwa jaksa maupun majelis hakim tidak bisa hanya membacakan keterangan saksi yang sudah tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sehingga enggan menghadirkan saksi tersebut dalam persidangan. Keterangan saksi yang hanya dibacakan BAP itu apabila saksi tersebut sudah meninggal dunia.
“Tapi kalau itu tidak meninggal dunia, orangnya ada pada saat sidang. Maka saksi yang memiliki keterangan kekuatan pembuktian utama, maka harus dihadirkan. Artinya, keterangannya kalau itu sudah di BAP, berarti tidak hanya cukup dengan BAP dibacakan. Ini penting dalam filsafat pembuktian. Kalau hanya BAP dibacakan, BAP diperiksa sepihak oleh penyidik saja. Kadang-kadang didampingi penasihat hukum juga tidak boleh. Tapi kalau dibawa ke sidang pengadilan, bisa dikroscek secara objektif dan mendukung usahanya majelis hakim untuk menemukan kebenaran materiil, dan kroscek dengan kekuatan pembuktian, maka saksi itu harus dihadirkan,” katanya. (Joesvicar Iqbal/msb)