Restitusi adalah hak korban atas kerugian akibat tindak pidana sebagai tanggung jawab pelaku, sedangkan santunan bukan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pidana.
“Santunan bukan pengganti hak korban mendapatkan ganti kerugian akibat tindak pidana, tapi belas kasih biasa dan bukan penghapus tindak pidana. Jika Hakim menolak restitusi berarti mengabaikan hak korban untuk pemulihan yang menjadi tanggung jawab pelaku,” ujarnya.
Penetapan restitusi mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.
Dalam beid tersebut dijelaskan dia bahwa perkembangan sistem peradilan pidana tidak hanya berorientasi kepada kepentingan pelaku, tetapi juga berorientasi kepada perlindungan korban, sehingga setiap korban tindak pidana tertentu selain mendapatkan hak atas perlindungan juga berhak atas restitusi.
Nurherwati melanjutkan, salah satu tantangan restitusi adalah persamaan persepsi dengan aparat penegak hukum. Makna sesungguhnya dari restitusi adalah pemulihan korban.