IPOL.ID – Rumah mewah di Jalan Johar Baru Utara I, RT 11/03, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (19/1).
Dalam eksekusi pengosongan rumah bertingkat milik H. Salim itu dilakukan pengamanan oleh TNI, Polri dan Satpol PP.
Bukan tanpa sebab, rumah itu terpaksa dieksekusi oleh PN Jakarta Pusat (Jakpus). Hal itu usai adanya putusan jika rumah bercat hijau itu sudah dibeli oleh Veny secara lelang dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) seharga Rp 1,8 miliar.
Terpantau dilokasi rumah yang dieksekusi tersebut, ramai warga masyarakat. Satu persatu barang-barang milik H. Salim dikeluarkan dari rumah dua lantai itu. Tak terkecuali, barang-barang dari para pengontrak yang masih satu lokasi milik H. Salim.
Eksekusi itu sempat tertunda sekitar dua tahun, hingga akhirnya PN Jakpus sukses mengeksekusi rumah tinggal tersebut.
Rumah yang sebelumnya dilelang KPKNL, dimenangkan oleh Veny. Rabu (19/1) ini dikosongkan dengan pengawasan aparat Polri, TNI dan Satpol PP Jakpus.
Eksekusi pengosongan rumah itu dimulai dengan pembacaan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 17/2021.Eks ter tanggal 27 Juni 2021 Jo. Risalah Lelang nomor 222/29/2020 tentang Pelaksanaan Eksekusi Pengosongan Tanah dan Bangunan yang disaksikan penghuni rumah, H. Salim.
H. Salim tidak dapat berkata banyak. Kendati merasa kecewa, dirinya berserah diri dan mempersilahkan pengosongan rumah oleh PN Jakpus.
Kuasa Hukum Veny, Swardi Aritonang menuturkan, kliennya membeli rumah itu secara lelang pada tahun 2020.
“Jadi, rumah itu dilelang oleh Bank sebagai bentuk pelunasan hutang (H Salim),” tutur Swardi didampingi Grandnaldo Yohanes Tindangen dari Kantor Hukum Swardi Aritonang dan partners pada Rabu (19/1).
Setelah membeli secara lelang melalui KPKNL, seharusnya rumah itu diserahterimakan dari bank kepada kliennya. Namun, pihak H. Salim justru tidak mau keluar dari rumah dengan alasan keberatan kepada pihak bank karena telah melelang rumahnya.
Terkait hal itu, pihaknya melakukan audiensi untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Namun, bukannya mencari jalan keluar, H. Salim justru melaporkan kliennya ke Polda Metro Jaya.
“Tetapi saya nggak tahu laporannya tentang apa ke Polda Metro Jaya, tetapi laporannya dihentikan,” kata Swardi.
Mediasi yang berlangsung selama hampir dua tahun itu tak kunjung membuahkan hasil. Hingga permohonan eksekusi rumah tinggal itu diajukan ke PN Jakpus.
Permohonan pun dikabulkan oleh Ketua PN Jakpus, dilanjutkan dengan rencana eksekusi pengosongan rumah pada bulan Oktober 2021 lalu. Namun eksekusi ditunda, karena ada kumpul massa.
“Waktu itu ada kumpul massa ya, jadi tidak tepat, karena takut ada bentrok jadi ditunda,” tambahnya.
Tertunda lima bulan, PN Jakpus kembali menjadwalkan ulang eksekusi pengosongan tanah dan bangunan pada Rabu (19/1) ini.
“Puji Tuhan, eksekusi berjalan kondusif. Eksekusi ini menjadi bukti klien kami melakukan pembelian sesuai prosedur dan sesuai dengan hukum yang berlaku,” akunya.
Bahkan demi kemanusiaan, sambungnya, para pengontrak dilokasi itu dipindahkan oleh pihaknya dan warga tetap mendapatkan tempat berteduh. “Ada delapan pintu kontrakan ya, mereka semua kami pindahkan, demi kemanusiaan,” katanya.
Sementara, H. Salim mengaku berhutang sekitar Rp 800 juta kepada salah satu bank.
Namun, dia kecewa karena saat dilelang tidak ada kabar atau pemberitahuan kepada dirinya.
“Padahal rumahnya seharga 8 milyar rupiah,” tutup dia. (ibl/msb)