IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Dirjen Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri (Mochammad Ardian Noervianto.
Ardian ditahan usai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Tahun 2021.
“Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto),” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Mawarta dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (2/2).
Alex menjelaskan, Ardian akan ditahan selama 20 hari terhitung mulai 2 Februari 2022 hingga 21 Februari 2022. “MAN ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” jelas Alex.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Dirjen Bina Keuangan Kemendagri dalam kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana PEN Daerah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Tahun 2021.
Ardian ditetapkan sebagai tersangka bersama Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN), dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Timur, Laode Muhammad Syukur (LMS).
Dalam kasus itu, Ardian memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Investasi itu dilakukan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
“Dengan tugas tersebut, tersangka MAN memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto.
Kasus itu merupakan perkembangan dari perkara sebelumnya terkait dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 yang menjerat Andi Merya.
Andi Merya yang menjabat Bupati Kolaka Timur diduga menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur sekitar Maret 2021.
Kemudian, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta sekitar Mei 2021. “Dalam pertemuan itu AMN (Andi Merya Nur) mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya,” ucap Karyoto.
“Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman,” kata dia.
Keinginan Ardian, sambung Karyoto, kemudian disampaikan ke Laode untuk selanjutnya diinformasikan kepada Andi Merya.
Bupati Kolaka Timur itu pun memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode.
“Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian dimana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang sebesar 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar,” ungkap Karyoto.
Atas pemberian uang itu, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya pun disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
Atas perbuatannya, Andi Merya sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Sedangkan, Ardian dan Laode sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. (ydh)