IPOL.ID – Aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menggerebek satu unit ruko pembuatan inex yang berkamuflase berjualan pempek (Clandestine Laboraturium) di kawasan Pekanbaru, Riau. Sehingga jajaran BNN menggelar kasusnya bersamaan dengan 7 kasus besar lainnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Irjen Pol Kenedy, Deputi Pemberantasan BNN bahwa pada Selasa (25/10) di Pekanbaru, Riau, aparat BNN mendapatkan informasi ada ruko yang berkamuflase di depannya menjual pempek. Berdasarkan info tersebut, pihaknya melakukan penyelidikan sekitar 2 bulan.
“Jadi di dalam ruko tersebut ternyata laboraturium tempat membuat narkotika jenis ekstasi dan inex dengan ditemukan bahan dasar dan alat cetaknya (prekursor),” ungkap Irjen Kenedy saat gelar 8 kasus narkotika-narkoba dan barang bukti di Markas BNN RI di Cawang, Jakarta Timur, Senin (7/11).
Kenedy mengatakan, dari kasus Clandestine Laboraturium ini, petugas mengamankan dua orang tersangka berinisial I dan H dengan barang bukti berupa 2.385 butir dan 451 gram ekstasi, 1 gram sabu, serta bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat narkotika.
Berdasarkan pengakuan I, dalam sehari dia mampu memproduksi sebanyak 300 butir ekstasi. Diketahui bahwa Clandestine Laboraturium ini dilakukan oleh jaringan sindikat narkotika Malaysia-Dumai-Bengkalis-Pekanbaru.
Barang bukti narkotika golongan 1 jenis MDMA, sambungnya, untuk pembuatan ekstasi berasal dari Malaysia yang diselundupkan ke Dumai dan Bengkalis. Tersangka I dan H yang mencetak dan dari barang itu disita juga peralatan yang digunakan untuk membuat ekstasi.
“Untuk peredarannya masih kami dalami dan memang penyebaran Covid-19 telah berkurang, sebaliknya tempat hiburan mulai marak. Namun peredarannya masih di kawasan Pekanbaru, Riau bahkan imfonya juga sudah ada yang dijual ke Jawa Timur,” tukas Kenedy.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BNN RI, Komjen Pol Petrus Reinhard Golose menyampaikan, dalam penanggulangan narkotika ini, kurun waktu 3 bulan, September-awal November mengungkap 8 kasus narkotika dengan jumlah tersangka sebanyak 30 orang.
“Barang bukti disita dari 8 kasus itu ada sebanyak 354,63 kilogram (kg) sabu, 197, 41 kg ganja, 105.630 butir dan 451 gram ekstasi, prekursor narkotika serta 9 unit mobil maupun 2 perahu kayu jenis Oskadon,” terang Komjen Petrus Golose.
Pada salah satu kasus peredaran ekstasi, Petrus Golose menyebutkan, pada Minggu (18/9), petugas mengamankan satu unit minibus yang digunakan untuk menyembunyikan puluhan ribu butir ekstasi di bawah jok dan ban serep jaringan Malaysia-Indonesia.
“Ekstasi sebanyak 53.245 butir itu disembunyikan di dalam jok mobil, dinding mobil bagian belakang sisi kanan dan kiri serta di dalam ban serep,” ungkap KaBNN.
Selain itu, aparat BNN juga mengamankan mobil lainnya yang turut mengawal mobil berisi ekstasi itu. Jumlah tersangka yang diamankan ada 6 orang. Masing-masing berinisial MA alias A, AAN, SB, RF, BAB dan Z alias BJ.
Berdasarkan hasil penyelidikan, diketahui bahwa peredaran gelap ekstasi dengan rute Aceh Timur-Jambi-Jakarta itu dikendalikan oleh seseorang yang berada di Malaysia. Tak hanya narkotika, petugas juga menyita 2 unit mobil yang digunakan tersangka untuk menyembunyikan ekstasi.
Menurut Petrus, dengan dibukanya jalur perbatasan, tingkat permintaan atau demand mulai naik untuk suplai barang narkotika yang terus menerus meningkat.
“Tentunya untuk memerangi narkotika ini, aparat BNN bekerjasama dengan Dirjen Bea Cukai,” tutur Petrus.
Petrus pun menyebutkan, di Eropa mereka banyak menggunakan kokain, dan melihat di Indonesia, kokain banyak diminati oleh mereka yang kalangan atas dengan level high class.
“Dalam kasusnya, kokain ini baru ditemukan di laut, dikirim dan penyelam yang menjemput barang kokain tersebut,” tegasnya.
Pada kasus lainnya, Selasa (11/10) BNN menggagalkan aksi jaringan sindikat narkotika internasional (Malaysia-Indonesia). Enam tersangka berinisial AP, ZR, R, H, MJ dan MA dibekuk di tempat berbeda.
“R, H, AP dan ZR ditangkap di SPBU kawasan Cilegon, Banten, saat keluar dari Kapal Ferry di Pelabuhan Penyeberangan Pulo Merak,” katanya.
Untuk R dan H menumpang mobil pickup menyembunyikan 50 bungkus sabu seberat 51,975 gram disamarkan dengan buah jeruk. Dua tersangka lain AP dan ZR menumpang kendaraan lain mengikuti pickup tersebut.
Dari pengakuan AP, sabu asal Selat Malaka Pelabuhan Rupat, Pekanbaru, itu rencananya akan diserahkan pada seseorang di kawasan Cikopo, Purwakarta. Hingga petugas melakukan controlled delivery dan membekuk MA dan MJ di Cikopo.
Petrus pun mengungkap, jika ditotal jumlah barang bukti tersebut mencapai ratusan milyar rupiah. Sebab, menurutnya, harga sabu dipasaran gelap itu tidaklah resmi. Sebut saja jika sabu dijual ke kawasan timur akan semakin mahal dan mencapai jutaan rupiah. Untuk ganja mencapai Rp5 juta/kg dan ekstasi yang bagus mencapai Rp1 juta/butir.
Dalam satu kasus narkoba lainnya, petugas mengamankan 4 buah karung berisi 200 bungkus ganja seberat 197,410 gram dibawa mobil sewaan oleh tersangka N dari Aceh-Lampung. Dalam pemeriksaan, tersangka mengaku diperintah oleh EBL warga binaan yang mengendalikan dari salah satu Lapas di Daerah Jawa Barat. “Itu juga kami kesulitan koordinasi dengan pihak Lapas ketika ingin mencokok pelakunya,” tegasnya.
Sementara itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 114 (2) jo Pasal 132 ayat 1 dan 2, Pasal 113 (2), Pasal 112 (2), Pasal 111 (2), Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup. (Joesvicar Iqbal)