indoposonline.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Jimmy Sutopo (JS), sebagai tersangka baru dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri senilai Rp23,7 triliun. Direktur Jakarta Emiten Investor Relation itu, ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi bersama dua saksi lain yakni, FB Direktur PT Pool Advista Asset Management, dan F Direktur Utama PT Ourora Asset Management.
”Nah, satu dari tiga saksi kami tetapkan sebagai tersangka yaitu, JS Direktur Jakarta Emiten Investor Relation,” tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Senin (15/2/2021).
JS ditetapkan tersangka korupsi berdasarkan Surat Penetapan tersangka TPK Nomor: Print- 09 /F.2/Fd.2/02/2021 tanggal 15 Februari 2021. Selain itu, JS juga disangka melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan Surat Penetapan tersangka TPPU Nomor: Print- 01 /F.2/Fd.2/02/2021 tanggal 15 Februari 2021.
”JS juga disangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena bersama-sama dengan tersangka BTS (Benny Tjokrosaputro) memperoleh keuntungan dengan melakukan tindak pidana korupsi tersebut,” tegas Leo.
Untuk mempermudah pemeriksaan, penyidik menahan JS di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Cipinang Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu berdasar Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print- 07 /F.2/Fd.2/02/2021 tanggal 15 Februari 2021. ”Karena alasan obyektif maupun subyektif, JS ditahan selama 20 hari sejak 15 Februari 2021 hingga 6 Maret 2021,” imbuhnya.
Sementara itu, duduk perkara atau kasus posisi tindak pidana disangkakan terhadap JS, bermula sekitar awal 2013-2019. ”Saat itu, JS telah bersepakat dengan BTS untuk mengatur trading transaksi (jual/beli) saham milik BTS kepada Asabri dengan cara menyiapkan nominee-nominee dan membukakan akun nominee di perusahaan sekuritas dan menunjuk perusahaan-perusahaan sekuritas,” bebernya.
Selanjutnya, JS melaksanakan instruksi penetapan harga dan transaksi jual dan beli saham pada akun Rekening Dana Nasabah (RDN) nominee baik pada transaksi direct maupun reksadana yang kemudian dibeli Asabri sebagai hasil manipulasi harga.
Dari situ, kemudian JS menampung dana hasil keuntungan investasi dari Asabri pada nomor rekening atas nama beberapa staf saham BTS untuk selanjutnya melakukan transaksi keluar masuk dana untuk kepentingan pribadi. ”Caranya, dengan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan membelanjakan uang hasil tindak pidana korupsi, perbuatan lain termasuk dalam skema tindak pidana pencucian uang (TPPU),” ucapnya.
Menyusul tindakan itu, JS terancam dijerat dengan pasal berlapis. Pertama Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, kedua Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ydh)