indoposonline.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Polda
Metro Jaya dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) mengungkap praktik pemalsuan meterai. Aksi sindikat beranggotakan enam orang tersebut menimbulkan potensi kerugian pendapatan negara Rp 37 miliar.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Neilmaldrin Noor, mengatakan, Bea Meterai merupakan pajak atas dokumen. Itu merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaraan negara.
“Pemalsuan meterai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara. Sekaligus seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya Rabu (17/3/2021).
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus mengungkapkan, modus yang dilakukan para tersangka adalah mencetak dan menjual meterai palsu nominal enam ribu dan sepuluh ribu rupiah.
Berdasarkan barang bukti yang ditemukan Polresta Bandara Soekarno-Hatta, potensi kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 12,5 miliar.
“Kelompok tersangka yang terdiri dari enam orang ini telah melakukan kegiatan pemalsuan meterai sejak tiga setengah tahun yang lalu. Jika diakumulasikan, maka potensi kerugian negara bisa mencapai sekitar Rp 37 miliar,” jelas Yusri.
Perwira menengah dengan tiga melati di pundaknya itu menambahkan, atas kejahatan tersebut, tersangka diancam dengan pasal berlapis. Yakni tidak pidana pemalsuan benda meterai. Dan tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
“Tersangka diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah. Di samping itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah hukuman penjara paling lama dua puluh tahun dengan denda paling banyak sepuluh miliar rupiah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Operasi Peruri Saiful Bahri mengatakan, meterai asli dapat diketahui dengan dilihat, diraba, dan digoyang.
“Jika dilihat, meterai asli memiliki tiga bentuk perforasi (lubang). Yakni bulat, oval, dan bintang,” ujarnya.
Menurut Saiful, teknologi cetak dari Peruri juga menjadikan angka enam ribu dan sepuluh ribupada meterai terasa kasar jika diraba. Saat meterai digoyang, akan terjadi color shifting (perubahan warna).
Sementara itu, terkait dengan dokumen yang menggunakan meterai palsu, berdasarkan PMK-04/2021, salah satu syarat keabsahan pembayaran bea meterai adalah menggunakan meterai tempel yang sah, berlaku, dan belum pernah digunakan.
Dengan demikian, apabila dokumen dibubuhi oleh meterai palsu maka pembayaran bea meterai tidak sah. Dan dokumen dianggap tidak dibubuhi meterai.
Masyarakat dapat melakukan pemeteraian kemudian terhadap dokumen yang sudah terlanjur dibubuhi meterai yang tidak sah. DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai atau rekondisi. (dri)