indoposonline.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga kini terus melakukan pengawasan dan menerima aduan. Seperti masalah pekerjaan terburuk anak (PBTA) menjadi laporan memprihatinkan, seperti meningkatnya anak pemulung, anak yang dilacurkan, pekerjaan anak dijalanan, ART dan anak yang bekerja di sektor pertanian.
Informasi yang dihimpun, hasil pengawasan perlindungan anak tahun 2020 mengenai anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi mencapai 149 kasus. Dengan rincian, anak korban perdagangan 28 kasus, anak korban prostitusi 29 kasus, anak korban ESKA 23 orang, anak korban pekerja anak 54, anak korban adopsi illegal 11 kasus dan anak menjadi mucikari (terlibat dalam pelaku jaringan TPPO) 4 Kasus.
“Masalah krisis pengasuhan keluarga, semakin tingginya penyalahgunaan teknologi berbasis elektronik dan media social hingga anak rentan dimobilisasi, dimanfaatkan dan dieksploitasi secara seksual menjadi sorotan utama KPAI,” kata Ai Maryati Solihah, Komisioner Sub Komisi Perlindungan Khusus Anak pada wartawan, Rabu (5/5).
Ai Mariyati menjelaskan, sejak bulan Januari sd April 2021, angka TPPO dan Eksploitasi melalui prostitusi pada anak belum menunjukkan penurunan. Dari 35 kasus yang dimonitor KPAI, 83 persen merupakan kasus prostitusi, 11 persen eksploitasi ekonomi dan 6 persen perdagangan anak.
Dari kasus-kasus tersebut jumlah korban mencapai 234 anak. Selain itu, kasus pekerja anak di pabrik juga terlaporkan ke KPAI, hingga penjualan bayi. Sebut saja beberapa kasus yang mewarnai pemberitaan dan dalam pengawasan KPAI tahun ini :
Di Mojokerto anak-anak di bawah umur dijual melalui modus membuka sewa rumah kos harian, dibantu oleh reseller dibawah umur. Kasus prostitusi online karena adanya laporan dari masyarakat terkait kegiatan prostitusi disalah satu hotel di Pontianak, terdapat 41 anak di bawah umur yang terlibat prostitusi Polda Metro Jaya mengungkap Hotel Alona milik artis Cynthiara Alona dijadikan sebagai tempat praktik prostitusi. “Modusnya adalah menawarkan anak di bawah umur di media sosial,” tandasnya.
Pada kasus di Tebet Jakarta Selatan, pelaku menawarkan layanan Booking Out (BO) ke lelaki hidung belang dengan menggunakan aplikasi media social dan ditampung di sebuah Hotel. Terdapat 15 orang yang diamankan yang terdiri dari joki, pelanggan, dan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang melibatkan anak.
Di Kota Bogor, pelaku berinisial DAP, 17, dan tersangka lainnya sebagai penyedia tempat buat PSK menjajakan perempuan di bawah umur melalui jejaring social. Kemudian penjualan bayi di Medan terungkap pada Jumat tanggal 12 Februari 2021.
Selain itu, pengawas norma ketenagakerjaan Perempuan dan anak Dinas Ketenagakerjaan Jawa Barat menarik 7 anak yang dipekerjakan di sebuah pabrik rambut palsu di Kab. Bogor mempekerjakan anak usia 16 sd 17 tahun yang menyalahi aturan ketenagakerjaan. (ibl)