indoposonline.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penahanan terhadap AT, Direktur Operasional PT ICR (Indonesia Coal Resources), di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/6). AT ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penyimpangan dalam proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) Batubara di Kabupaten Sarolangun, Provinsi, Jambi.
“Tersangka AT ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 3 Juni 2021 sampai 22 Juni 2021,” ungkap Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Kamis (3/6) malam.
Atas penahanan itu, Kejagung sudah menahan 5 dari 6 tersangka kasus dugaan penyimpangan dalam proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) Batubara di Kabupaten Sarolangun, Provinsi, Jambi.
Karena sebelumnya penyidik juga menahan 4 orang tersangka sekaligus, pada Rabu (2/6) lalu. Di antaranya AL selaku Direktur PT Antam periode 2008-2013, HW selaku Direktur Operasional PT Antam, BM selaku mantan Direktur Utama PT ICR tahun 2008- 2014 dan MH selaku Komisaris PT Tamarona Mas Internasional (TMI) periode 2009 sampai sekarang.
Sedangkan satu orang tersangka lainnya yakni, MT selaku Direktur PT CTSP (pihak penjual) belum ditahan oleh penyidik karena masih berhalangan untuk diperiksa. Dalam perannya, AD diduga pernah bersama-sama dengan BM memaparkan data-data yang tidak valid kepada pemegang saham (PT Antam) bahwa IUP lahan objek akuisisi telah operasi produksi. Padahal sebenarnya IUP yang telah operasi produksi hanya pada lahan 199 hektare, sedangkan sisanya sebanyak 201 hektare masih dalam tahap izin eksplorasi.
Tersangka AT juga menerima IUP Operasi Produksi Nomor 32 Tahun 2010 dari fax Kantor PT Tamarona Mas International (TMI), dan meminta pihak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Legal Due Dilligence untuk melampirkan.
AT juga pernah meminta penilaian aset kepada KJPP tentang penilaian properti bukan penilaian entitas bisnis. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 125 / PMK.01 / 2008 tentang Jasa Penilai Publik, untuk melakukan penilaian saham seharusnya menggunakan KJPP tentang penilai bisnis.
Atas perbuatannya, AT pun disangka melanggar pasal berlapis. Di antaranya, primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(ydh)