IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, Selasa (21/9).
Keduanya akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2019. Anies akan diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
“Informasi yang kami terima, benar Tim Penyidik mengagendakan pemanggilan saksi untuk tersangka YRC (Yoory Corneles Pinontoan) dkk, di antaranya Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) dan Prasetyo Edi Marsudi ( Ketua DPRD DKI Jakarta) untuk hadir pada Selasa (21/9),” ungkap Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan, Senin (20/9).
Ali mengatakan, pemanggilan terhadap kedua saksi tersebut bukan tanpa alasan. Menurutnya pemanggilan saksi dilakukan atas dasar kebutuhan penyidik untuk membuat terang dan jelas terkait penanganan suatu perkara.
“Pemanggilan seseorang sebagai saksi, tentu atas dasar kebutuhan penyidikan sehingga dari keterangan para saksi perbuatan para tersangka tersebut menjadi lebih jelas dan terang,” kelitnya.
Saat ini, menurut dia, Tim Penyidik terus melengkapi berkas perkara tersangka YRC dkk dengan masih mengagendakan pemanggilan dan pemeriksaan sejumlah saksi.
“KPK berharap kepada para saksi yang telah dipanggil patut oleh Tim Penyidik untuk dapat hadir sesuai dengan waktu yang disebutkan dalam surat panggilan dimaksud,” harapnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka yang terdiri dari empat orang dan satu korporasi. Keempat orang itu di antaranya, ada nama Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI); mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC); Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR); dan Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA). Sedangkan tersangka korporasinya adalah PT Adonara Propertindo.
Terkait konstruksi perkara, KPK menemukan pelaksanaan pengadaan tanah yang diduga dilakukan secara melawan hukum. Sebab pelaksanaan pengadaan tanah oleh PD Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tersebut dilakukan tanpa kajian kelayakan terhadap objek tanah dan kajian apresial dan tanpa didukung persyaratan sesuai peraturan-peraturan yang terkait.
Sejumlah proses pengadaan tanah ini juga diduga tidak menyertakan dokumen sebagaimana mestinya, melainkan disusun secara fiktif. Selain itu ditemukan adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR dengan PPSJ sebelum proses negosiasi dilakukan. Oleh karenanya, perbuatan para tersangka ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar.
Atas perbuatannya, YRC tersangka lainnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU no 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHP. (ydh)